Makalah Tentang Kampung Badud Desa Margacinta Kabupaten Pangandaran



ABSTRAK
Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat

Kesenian badud lahir di sebuah dusun terpencil di Kabupaten Pangandara. Masyarakat di sana meyakini kesenian badud lahir pada tahun 1868 di Dusun Margajaya, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Saat ini, Dusun Margajaya dikenal dengan
sebutan Kampung Badud.

Kesenian badud membutuhkan 20 orang pemain dalam sekali pentas dan semua pemainya laki-laki. Diantaranya, ada empat pemain utama yang membawa alat musik badud (dogdog). Empat pemain utama ini tampil paling pertama

Keempat pemain ini disebut dalang, sendul, onyon, dan engkelek. Dalang membawa alat musik badud paling besar di antara yang lainya. Sendul membawa alat musik badud yang sedikit lebih kecil. Kemudian onyon dan engkelek membawa alat musik badud yang lebih
kecil lagi.

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung {Banten, Jawa Barat} atau dusun {Yogyakarta} atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Margacinta merupakan sebuah Desa yang berada Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran, sebuah desa yang sangat menjungjung tinggi nilai – nilai budaya. Salah satu seni / budaya yang masih dipertahankan saat ini oleh Desa Margacinta adalah Seni Badud, sebuah kesenian yang lahir dan berkembang dari Dusun Margajaya pada 1868. Kesenian Badud ini merupakan sebuah kesenian yang memiliki ciri khas dalam setiap pagelarannya yaitu menari diiringi dengan alat musik serta orang (badud) menggunakan topeng saat melakukan pentas

1.2. Identipikasi Masalah
1. Sejarah Kesenian Badud
2. Memahami Seperti Apakah Kesenian Badud
3. Seperti apakah Kehidupan di Kampung Badud

1.3. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengenal lebih dalam tentang Kesenian Badud Desa Margacinta
2. Untuk memenuhi tugas praktik administrasi

BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Seni dan Budaya
Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
2.2. Teori dan Fungsi Kebudayaan
Melville J. Herkovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang superorganic karena dapat diwariskan secara turun tumurun dari generasi ke generasi dan tetap hidup walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa berganti.sementara itu Edward B . Taylor melihat kebudayaan sebagai hal kompleks yang mencakup pengetahuan,kepercayaan,kesenian,moral,hukum,adat istiadat,kemampuan-kemampuan,kebiasaan-kebiasaan atau semua hal yang dimiliki manusia sebagai anggota masyarakat

A. Kategori Kebudayaan

Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat kita golongkan atas kebudayaan yang bersifat abstrak dan kebudayaan yang bersifat konkret.

  1. Kebudayaan yang bersifat abstrak ini letaknya ada didalam pikiran manusia sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Contohnya adalah ide,gagasa,nilai-nilai,norma ,peraturan,dan cita-cita.
  2.  Kebudayaan yang bersifat konkret, wujudnya berpola dari tindakan atau perbuatan dan aktifitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba,dilahat,diamati,disimpan atau difoto. Contohnya adalah adalah perilaku,bahasa dan materi.
B. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat tentu terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari kebulatan, yakni kebudayaan itu sendiri.Ada beberapa pendapat ahli tentang unsur-unsur kebudayaan.
Clyde Kluckhohn menyebutkan tujuh unsur kebudayaan, yakni:
  1. peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,perumahan,alat-alat rumah tangga,senjata,alat-alat produksi,dan transportasi)
  2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,peternakan,sistem produksi dan sistem distribusi)
  3. sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,sistem hukum dan sistem perkawinan)
  4. bahasa (lisan maupun tulisan)
  5. kasenian (seni rupa, seni suara dan seni gerak)
  6. sistem pengetahuan,dan
  7. istem kepercayaan(religi)

Ketujuh unsur diatas disebut sebagai kebudayaan universal (cultural universal). Unsur-unsur kebudayaan itu masih dapat dipecah-pecah lagi menjadi unsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil berdasarkan kegiatannya.

C. Fungsi Kebudayaan
Sebagian besar kebutuhan manusia dan masyarakat dapat dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber ari masyarakat itu sendiri Diantara lain fungsi-fungsi kebudayaan yaitu :
  1. Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan
  2. Karsa masyarkat yang merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai sosial yang dimana dapat menghasilkan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan
  3. Di dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (patterns of behavior)yang merupakan cara-cara masyarakat untuk bertindak atau berkelakuan yang sama yang dimana harus diikuti oleh semua anggota masyarakat
BAB III
PEMBAHASAN


3.1. Sejarah Kesenian Badud
Kesenian badud lahir di sebuah dusun terpencil di Kabupaten Pangandara. Masyarakat di sana meyakini kesenian badud lahir pada tahun 1868 di Dusun Margajaya, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Saat ini, Dusun Margajaya dikenal dengan sebutan Kampung Badud.

Seorang mantan Dalang Badud yang kini telah berusia 81 tahun, abah Karsodi menerangkan, kesenian badud awalnya hanya sebuah hiburan rakyat. Badud dimainkan saat ada warga yang mengelar acara syukuran. Seperti saat hajat syukuran pernikahan, sunatan, syukuran setelah panen dan sebelum menanam.

3.2. Mengenal Kesenian Badud
Kesenian badud membutuhkan 20 orang pemain dalam sekali pentas dan semua pemainya laki-laki. Diantaranya, ada empat pemain utama yang membawa alat musik badud (dogdog). Empat pemain utama ini tampil paling pertama

Keempat pemain ini disebut dalang, sendul, onyon, dan engkelek. Dalang membawa alat musik badud paling besar di antara yang lainya. Sendul membawa alat musik badud yang sedikit lebih kecil. Kemudian onyon dan engkelek membawa alat musik badud yang lebih kecil lagi.

Keempat pemain utama ini akan membacakan wawangsalan atau lebih dikenal nyanyian-nyanyian rakyat. Nyanyian tersebut lebih mirip pantun. Mereka juga akan berperan sosok yang lucu dan meghibur.

Kemudian, setelah empat pemain utama cukup tampil dan menghibur. Datanglah dua pemain yang memerankan sosok kakek-kakek dan nenek-nenek. Mereka menggunakan topeng kakek dan nenek tua. Dialog dan olah gerak karakter ini juga akan membuat penonton terhibur dan tertawa.

Dua karakter ini biasanya merefleksikan kakek dan nenek yang sedang menanam padi dan mengusir hama. Kemudian, penampilan berikutnya lebih menarik lagi. Kesenian tradisional ini benar-benar sangat berbeda dengan yang lainnya.

Setelah penampilan kakek dan nenek, mulai bermunculan sosok-sosok hewan yang ada di hutan. Satu persatu muncul sosok harimau, lutung, anjing, babi hutan, kuda, dan lain sebagainya. Tapi, yang kerap ditampilkan biasanya empat sampai lima jenis hewan saja.

Orang yang memerankan sosok hewan-hewan yang hidup di hutan ini menggunakan topeng dan kostum layaknya hewan sungguhan. Mereka menari meniru gerakan hewan yang mereka perankan. Menurut abah Karsodi, pemainnya sadar, tapi di waktu-waktu tertentu terkadang kerasukan sehingga lebih mirip hewan sungguhan saat tampilnya.

Itulah sebabnya ada satu orang pemain yang berperan sebagai pawang dari hewan-hewan tersebut. Bahkan, orang yang berperan sebagai kuda hampir mirip dengan kuda lumping. Sementara, sisa pemainnya menabuh angklung sebagai musik pengiringnya.

3.3. Kampung Badud
Warga Dusun Margajaya menyebut dirinya warga kampung rukun sawargi. Artinya semua warga kampung bersaudara karena satu kerabat. Haer menuturkan, kesenian badud yang lahir pada tahun 1868 diciptakan oleh dua tokoh masyarakat.

Penciptanya bernama aki Ijot dan aki Ardasim. Seiring berjalannya waktu, kesenian ini terus dilestarikan dan turun temurun diajarkan. Sampailah pada generasi buyut aki Imong. Kemudian, keturunan keluarga buyut aki Imong inilah yang sampai saat ini mewarisi kemampuan untuk memainkan seni tradisional badud.

Haer yang kini mendapat kepercayaan menjadi dalang badud dari pendahulunya mengaku khawatir. Ia khawatir tidak ada penerus seni tradisi Kampung Badud. Ia menilai generasi muda sekarang sudah kurang tertarik dan tidak minat pada kesenian tradisional.

Warga Kampung Badud, disamping memiliki tantangan untuk tetap melestarikan seni budaya tradisi asli daerahnya, juga harus tetap menjalani hidup kesehariannya. Mata pencaharian warga Kampung Badud adalah bertani dan berkebun.

Mereka yang bertani menanam padi. Mereka yang berkebun rata-rata menjual buah kelapa. Di waktu-waktu tertentu juga menjual kayu dan buah-buahan yang tumbuh di kebun. Hampir semua warga Kampung Badud tidak pergi keluar daerah untuk bekerja di perantauan.
Kampung Badud letak geografisnya berada di dataran tinggi. Jumlah warga Kampung Badud di Dusun Margajaya sekiar 400 jiwa. Rumah warga di Kampung Badud, satu dengan yang lainnya berjauhan. Di setiap punggungan bukit rata-rata ada sekitar lima sampai sepuluh rumah.

Jalan dari punggungan bukit ke punggungan bukit yang lain berupa tanah dan bebatuan. Kondisi ini sangat menggambarkan suasana pedesaan di zaman sebelum kemerdekaan. Selain itu, suasana pedesaan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari kota-kota besar.

Ada tiga potensi di Kampung Badud. Di antaranya wisata budaya, body rafting di sungai Cijulang yang melintasi Kampung Badud, dan sirkuit untuk sepeda motor trail. Tiga potensi ini yang diharapkan warga Kampung Badud menjadi daya tarik wisata

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.4. Kesimpulan

Kesenian Badud bukan hanya sebuah kesenian dan hiburan semata, melainkan didalamnya terdapat filosofi, sebab, seni lahir dari cipta, budi, rasa, dan karya. Sudah barang pasti lahirnya seni membawa nilai

Kesenian badud ini benar-benar mencerminkan kesenian dan hiburan rakyat. Bukan kesenian yang lahir dari keraton dan hanya dinikmati para menak zaman dulu. Hal inilah yang menjadi unik dan patut dikaji serta dilestarikan keberadaannya.

Badud merupakan sebuah kesenian asli Indonesia, yang lahir dan berkembangan di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi muda untuk menjaganya, ikut melestarikan dan mempelajarinya agar tidak hilang termakan oleh jaman 

3.5. Saran
  1.  Lebih Banyak Memperkenalkan Lagi Kesenian Badud
    Tidak bisa dipungkiri bahwasanya Kesenian Badud ini belum terlalu dikenal secara luas oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit dari masyarakat di Kab. Pangandaran sendiri yang belum begitu mengenal kesenian badud ini. Hal ini tentu akan sangat menyedihkan, dimana nantinya kesenian ini akan menjadi asing di tempat sendiri.
  2. Menyiapakan Generasi Penerus Kesenian Badud
    Para pemain Badud yang berada di Desa Margacinta ini ternyata rata – rata adalah pra orang tua yang sudah berada dalam kategori “lansia”. Hal ini tentu akan menjadi masalah dari keberlangsungan Kesenian Badud di Desa ini, minimnya minat generasi muda terhadap kesenian badud ini bisa menjadi faktor penyebab punahnya kesenian tersebut, maka dari itu perlu adanya proses “Regenearsi” khususny dalam lingkungan Kampung Badud itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
  • nasional.republika.co.id : Sejarah kesenian badud di kampung badud
  • raulchest.wordpress.com : Fungsi kebudayaan
  • pangandaranlife.com : Sejarah kesenian badud

0 Response to "Makalah Tentang Kampung Badud Desa Margacinta Kabupaten Pangandaran"

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya