Sistem Kepartaian Pada Jaman Kemerdekaan
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Definisi Partai PolitikPEMBAHASAN
UU No 2 Tahun 2008 - Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu:
a. Friedrich : partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.
b. Soltau : partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Tujuan dari pembentukan partai polik ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka
1.2. Fungsi Partai Politik
Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya.
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
1.3. Tujuan Pembentukan Partai Politik
Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang partai politik, yaitu
a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
b. Menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia
d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
f. Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
g. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Selain itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe yaitu :
a. Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.
b. Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.
c. Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
d. Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.
1.4. Pengertian Sistem Kepartaian
Menurut Ramlan Subekti(1992) - Sistem Kepartaian adalah opola perilaku dan interaksi diantara partai politik dalam suatu sistem politik.
Austin Ranney(1990)- Sistem Kepartaian adalah pemahaman terhadap karakteristik umum konflik partai dalam lingkungan dimana mereka berkiprah yang dapat digolongkan menurut beberapa kriteria.
Riswanda Imawan (2004)- Sistem Kepartaian adalah pola interaksi partai politik dalam satu sistem politik yang menentukan format dan mekanisme kerja satu sistem pemerintahan.
Hague and Harrop(2004) - Sistem Kepartaian merupakan interaksi antara partai politik yang perolehan suaranya signifikan.
1.5. Sistem Kepartaian Pada Jaman Kemerdekaan
Sistem Kepartaian Indonesia menganut sistem multi partai. Aturan ini tersirat dalam pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Frasa gabungan partai politik mengisyaratkan paling tidak ada dua partai atatu lebih yang bergabung untuk mengusung seorang calon pasangan presiden dan wakio presiden dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-partai lain. Ini artinya sistem kepartaian di Indonesia harus diikuti oleh minimal 3 partai politik atau lebih.
A. Sejarah Sistem Kepartaian di Indonesia
Sejak era kemerdekaan, sebetulnya Indonesia telah memenuhi amanat pasal tersebut. Melalui Keputusan Wakil Presiden No X/1949, pemilihan umum pertama tahun 1955 diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen.
Pada masa pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto memandang terlalu banyaknya partai politik menyebabkan stabilitas poltik terganggu, maka Presiden Soeharto pada waktu itu memiliki agenda untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan pada tahun 1974 peserta pemilu tinggal tiga partai politik saja. Presiden Soeharto merestrukturisasi partai politik menjadi tiga partai(Golkar, PPP, PDI) yang merupakan hasil penggabungan beberapa partai. Walaupun jika dilihat secara jumlah, Indonesia masih menganut sistem multi partai, namun banyak ahli politik menyatakan pendapat sistem kepartaian saat itu merupakan sistem kepartaian tunggal. Ini dikarenakan meskipun jumlah partai politik masa orde baru memenuhi syarat sistem kepartaian multi partai namun dari segi kemampuan kompetisi ketiga partai tersebet tidak seimbang.
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
B. Proses Terbentuknya Partai Politik pada Masa Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 telah memulai babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dengan aksi fisik maupun diplomatik membawa dampak dan perkembangan bangsa dalam kurun waktu 1945 hingga pengakuan kedaulatan di akhir tahun 1949, yang merupakan kelahiran badan-badan aparatur negara sebagai bagian dari cikal-bakal lahirnya partai politik di Inonesia.
Setelah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dan pada 22 Agustus 1945 PPKI menetapkan Aturan Peralihan UUD 1945 selama UUD 1945 belum dapat dibentuk secara sempurna. PPKI juga menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia yang kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi pembantu Presiden sebelum MPR dan DPR didirikan. KNIP pun langsung memegang peranan penting setelah terbentuk. Di mana keanggotaan KNIP diambil dari pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah di seluruh Indonesia dan anggota PPKI yang tidak diangkat menjadi menteri.
Di tengah usaha membentuk badan-badan aparatur negara, timbul pula hasrat di beberapa kalangan untuk mendobrak suasana politik otoriter dan represif yang telah berjalan selama tiga setengah tahun pendudukan Jepang, ke arah kehidupan yang demokratis yang terjadi dalam beberapa tahap, yaitu:
- Atas beberapa prakarsa politisi muda, diusahakan agar kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden, menjadi suatu badan yang diberi kekuasaan legislatif. Untuk itu, pada tanggal 16 Oktober 1945, Sidang Paripurna KNIP yang diketuai Mr. Kasman Singodimejo dan dihadiri perwakilan pemerintah, ditetapkan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diberi kewenangan legislatif dan wewenang untuk turut menatapkan Garis-garus Besar Haluan Negara serta kebijakan agar dibentuk Badan Pekerja yang terdiri atas sejumlah anggota KNIP sebagai pelaksana tugas KNIP terkait situasi yang mendesak saat itu. Keputusan tersebut dituangkan dalam Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta.
- Pemerintah menerima usulan Badan Pekerja KNIP agar dibukanya kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum yang rencananya akan digelar pada Januari 1946. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menegaskan kembali bahwa pembentukan partai politik tersebut adalah untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Isi maklumat tersebut adalah:
“Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. Diharapkan bahwa partai-partai telah tersusun sebelum pemilihan umum pada bulan Januari 1946”
Pengumuman ini lalu disambut gembira oleh masyarakat karena selama 3,5 tahun penjajahan Jepang, setiap kegiatan politik adalah terlarang. Berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu yang rencananya akan digelar pada bulan Januari tahun 1946, maka rencana tersebut terpaksa ditunda karena kondisi dalam negeri yang tidak memungkinkan karena serangan sekutu yang ingin kembali melakukan penjajahan di Indonesia. - Presiden Soekarno pada tanggal 14 November 1945 menyetujui usul Badan Pekerja KNIP agar para menteri bertanggungjawab kepada KNIP yang telah diberi kekuasaan legislatif lewat Maklumat Pemerintah, yang selanjutnya disetujui oleh KNIP dalam sidang yang digelar pada 25-27 November 1945. Maklumat tersebut memulai era Demokrasi Parlementer di Indonesia, di mana jabatan kepala negara (presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri). Presiden Soekarno memilih Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri yang pertama pada Kabinet Parlementer.
C. Partai Politik Pada Masa Kemerdekaan di Indonesia
Awalnya, Presiden Soekarno menginginkan adanya partai tunggal guna melaksanakan pembangunan yang disebutnya sebagai “motor perjuangan rakyat”. Dalam pidatonya seperti yang dimuat di Merdeka, pada 25 Agustus 1945, Presiden Soekarno menginginkan partai itu adalah Partai Nasional Indonesia. Namun, seiring masifnya proses pembentukan KNIP di daerah-daerah, maka pembentukan PNI untuk sementara ditunda
Pasca dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, partai politik mulai banyak dibentuk. Sejumlah partai politik yang telah ada sejak era Pergerakan Nasional, tumbuh dengan kemasan yang baru. Partai-partai tersebut telah memiliki massa dan basis pendukungnya sendiri-sendiri. Di antaranya adalah:
Dari partai-partai di atas, Masyumi dan PNI tumbuh sebagai dua kekuatan yang seimbang. Hal ini berkaitan dengan Masyumi merupakan satu-satunya partai yang pada masa pendudukan Jepang masih diizinkan untuk berkegiatan sosial sehingga menarik minat masyarakat. Mereka memanfaatkan hal tersebut untuk berkegiatan secara efektif yang tidak terlepas dari bergabungnya dua organisasi massa Islam besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sedangkan PNI mendapatkan kekuatan dari partai-partai lama yang bergabung di antaranya Partindo dan Gerindo.
Golongan sosialis dalam perkembangannya di masa revolusi kemerdekaan pecah menjadi dua, yaitu Partai Sosialis Indonesia yang diketuai Sjahrir dan Partai Sosialis yang diketuai Amir Sjarifuddin. Perpecahan ini karena Amir yang lebih condong ke sikap radikal sedangkan Sjahrir berpegang pada ideologoi demokrat-sosial yang moderat.
Era revolusi kemerdekaan juga adalah masa titik balik bagi Partai Komunis Indonesia yang mengalami kemunduran setelah pemberontakan di Madiun pada 1948. Bisa dikatakan, mulai pada saat itu, konstelasi politik nasional hanya dikuasai oleh Masyumi dan PNI yang peran mereka sangat tercermin dalam KNIP dan Badan Pekerja-nya.
Di masa-masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan fungsinya sebagai pembuat-pembuat keputusan. Namun, wakil-wakil yang duduk dalam kabinet tidak mampu menjaga stabilitas politik. Tidak adanya partai dengan mayoritas yang jelas, menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antar beberapa partai yang dengan mudah dijatuhkan satu sama lain oleh mosi tidak percaya. Dalam masa itu pula, partai-partai memegang peranan penting berkaitan dengan pengambilan keputusan seiring ancaman baik dari dalam maupun luar negeri dalam revolusi fisik, semisal dalam Agresi Militer Belanda I dan II pada 1947 dan 1948 serta pemberontakan PKI pada 1948.
DAFTAR PUSTAKA
- Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 405
- Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 425
- Suwarno, Sejarah Politik Indonesia Modern, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm 91
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Sistem Kepartaian Pada Jaman Kemerdekaan” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Ciamis, 4 Januari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Definisi Partai Politik
1.2. Fungsi Partai Politik
1.3. Tujuan Pembentukan Partai Politik
1.4. Pengertian Sistem Kepartaian
1.5. Sistem Kepartaian Pada Jaman Kemerdekaan
A. Sejarah Sistem Kepartaian Di Indonesia
B. Proses Terbentuknya Partai Politik Pada Jaman Kemerdekaan
C. Paretai Politik Pada Masa Kemerdekaan di Indonesia
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
2.1. Kesimpulan
2.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA