Jawaban Ujian Tengah Semester Ganjil TA


1. Paradigma “pemberdayaan” memberikan arti penting dalam membangkitkan potensi, kreativitas, dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan melalui proses belajar bersama yang berbasis pada budaya, politik, dan ekonomi lokal. Keberagamaan Bangsa Indonesia tak dapat dikelola dengan baik secara sentralisitik dalam pemerintahan. Untuk itu pemerintah daerah seyogyanya merealisasikan potensi kearifan lokal yang disesuaikan dengan etika dan budaya lokal, tanpa menyimpang dari tujuan nasional dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak pemerintahan Orde Baru, pemerintah meluncurkan berbagai program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh berbagai kementerian dan lembaga. Salah satu yang terkenal adalah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat miskin melalui pengembangan sumberdaya manusia, modal, dan usaha produktif serta pengembangan kelembagaan. Lingkup dari program IDT menyangkut kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di desa-desa tertinggal. Akselerasi kegiatan sosial ekonomi dilakukan melalui pengembangan sumberdaya ekonomi di pedesaan, suplai kebutuhan dasar, pelayanan jasa, dan penciptaan lingkungan pendukung bagi proses pengentasan kemiskinan. Program IDT, selain memberikan dukungan dana 20 juta per desa tertinggal, juga memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan, supervisi dan tenaga pendamping. 

Lebih dari itu, program IDT juga membantu mengembangkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, air bersih dan kebutuhan lainnya sesuai dengan kondisi pedesaan. 

Program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen Pertanian, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.

Berbagai hasil penelitian yang mengkaji implementasi program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat tersebut, melaporkan berbagai keberhasilAn dan juga ketidak-berhasilan program-program tersebut.

Menurut Muktasam (2001) yang mengutip Chambers (1983), Harrison (1995), Burkey (1993), Esman and Uphoff (1984), atas dasar pengalaman para ahli tersebut dalam proses pembangunan pedesaan dan program pengentasan kemiskinan di negara-negara Asia dan Afrika, disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kegagalan program pengentasan kemiskinan adalah: (1) Karena pendekatan 'target' dan 'top-down' ; (2) Pengabaian nilai-nilai lokal dan bias ' outsiders '; (3) Kurangnya partisipasi; (4) Pendekatan yang tidak holistik; dan (5) Ilusi investasi.

Dalam hal pendekatan 'target' dan 'top-down', program pengentasan kemiskinan seringkali menetapkan tujuan tanpa melibatkan kelompok miskin itu sendiri. Chambers (1983) secara persuasif mengungkapkan isu sekitar pengabaian nilai-nilai lokal dengan istilahnya "outsiders' bias" (waktu, tempat, iklim, dll) atau "turis pembangunan pedesaan - rural development tourist". Belajar dari kegagalan berbagai program pemberdayaan petani dan masyarakat desa yang tidak partisipatif, maka menggunakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan beneficiaries (petani miskin) dan stakeholders merupakan suatu keniscayaan.

Walaupun banyak bukti tentang kegagalan program pengentasan kemiskinan di banyak negara berkembang, tidak sedikit fakta tentang keberhasilan upaya pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika.

Pengalaman sekitar keberhasilan program pengentasan kemiskinan tersebut menunjukkan bahwa faktor partisipasi menjadi faktor penting dan dominan.

Partisipasi dalam pengertian keterlibatan kelompok masyarakat miskin dalam seluruh rangkaian proses pengentasan kemiskinan, dari identifikasi masalah dan kebutuhan hingga pada pemanfaatan hasil pembangunan. Beberapa faktor lain yang menentukan keberhasilan program pengentasan kemiskinan adalah: (1) Kesadaran akan nilai-nilai lokal; (2) Pendekatan yang terintegrasi dan menyeluruh; dan (3) Pengembangan sumberdaya manusia.

2. Pengertian Pemberdayaan

Menurut Hogan dalam Rukminto, proses pemberdayaan individu sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja (empowering is not an end state, but a process that all human experience).

Hogan menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

  • Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan
  • Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan
  • Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek
  • Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan perubahan
  • Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya
Jadi, pemberdayaan ekonomi masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu proses yang dinamis, menuntut adanya dinamika masyarakat dalam meningkatkan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dan mempersiapkan kondisi ekonomi di masa mendatang.

Sangat beragam definisi pemberdayaan masyarakat yang berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Ife (1995:182), “Providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community”. (Menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri).

Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Korten, dalam konteks pekerjaan sosial, Payne dalam Adi (2003:h.54) mengemukakan bahwa: “Proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.

Sumodiningrat (2009:104-106) lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:

• Motivasi

Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.

• Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan

Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.

• Manajemen diri

Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

• Mobilisasi sumber

Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.

3. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan keterlibatan semua pihak secara bersama dan terkoordinasi,namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. 

Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, terdapat sebuah contoh program pemberdayaan komunitas yang ada di masyarakat diantaranya :

1. PNPM Mandiri
2. LSM
3. PLP-BK

Melalui program pemberdayaan tersebut diharapkan masyarakat bisa berinisatif untuk memulai proses kegiatan sosial guna memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.

Pemberdayaan komunitas sejalan dengan konsep Community Development, yaitu: proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari semua komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat.

Pemberdayaan komunitas diarahkan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, misalnya dengan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, pembukaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalkan.

Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi.

Ciri-ciri warga masyarakat berdaya: 

  1. Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
  2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri
  3. Memiliki kekuatan untuk berunding
  4. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan
  5. Bertanggungjawab atas tindakannya.
  6. Masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.
Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung jawab.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah: untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.

Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.

Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Tujuan pemberdayaan komunitas (Emmy):

  1. Peningkatan standar hidup
  2. Meningkatkan percaya diri
  3. Peningkatan kebebasan setiap orang
Untuk melaksanakan pemberdayaan komunitas dilakukan dengan konsep Community Based Development (CBD). Ada beberapa karakter utama CBD, yaitu:

  1. CBD berbasis sumber daya masyarakat
  2. CBD berbasis partisipasi masyarakat
  3. CBD berkelanjutan
Pemberdayaan komunitas dapat dilihat dari 2 sudut pandang:

  1. Pendekatan Deficit Based
  2. Pendekatan ini terpusat pada berbagai permasalahan yang ada dan upaya-upaya pemecahan masalah tersebut
  3. Pendekatan Strength Based
Merupakan pendekatan yang terpusat pada potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh komunitas, individu, atau masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Kelebihan Pemberdayaan Komunitas

  1. Memudahkan dalam koordinasi antarindividu
  2. Antarindividu dapat saling memberi semangat dan motivasi.
  3. Mampu meningkatkan kesejahteraan dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan.
  4. Mampu meningkatkan dan memperbaiki kehidupan masyarakat dan kelompok baik di bidang ekonomi maupun sosial.
  5. Penggunaan sumber daya alam dan potensi yang ada lebih efektif dan efisien.
Proses pembangunan lebih demokratis dan aspiratif karena melibatkan banyak orang.

Kekurangan Pemberdayaan Komunitas

  1. Sering terjadi perbedaan pendapat antara satu orang dengan orang yang lain, sehingga muncul konflik baru.
  2. Tingkat partisipasi setiap individu berbeda-beda, sehingga menghambat pembangunan.
  3. Tingkat sumber daya manusia berbeda-beda
  4. Keberhasilan pemberdayaan komunitas bergantung individu yang bergabung di dalamnya.
  5. Kurangnya kemampuan masyarakat dalam berkreasi dan kurangnya kapasitas secara kritis dan logis.
  6. Kegiatan pemberdayaan selama ini ditujukan pada masyarakat lokal dan permasalahan sosial saja.
  7. Ketergantungan sumber dana dari luar.

Kendala dalam Pemberdayaan Komunitas

  1. Kurangnya komitmen dari masyarakat, karena kurangnya pemahaman kendala perilaku masyarakat, contohnya etos masyarakat
  2. Diversifikasi pola kehidupan masyarakat, meliputi kebudayaan, sosial, ekonomi, kondisi geografis.
  3. Kurangnya monitoring dan data yang berkualitas
  4. Indikator yang tidak tepat.
  5. Kurangnya koordinasi
  6. Sistem administrasi yang terlalu birokratis: terlalu banyak pengaturan

4. Pemberdayaan merupakan suatu konsep yang diadopsi dari kata “empowerment”. Menurut Webster dan Oxford English Dictionary (Priyono dan Pranarka, 1996) kata empowerment atau empower mengandung dua pengertian yaitu; pertama to give power or authority to, kedua to give ability or enable . Jadi dapat dipahami pengertian pertama sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan pada pengertian kedua dipahami sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Daerah dan masyarakat yang selama ini powerless mengalami hal-hal yang oleh Chambers (1983) dikatakan sebagai penyebab kemiskinan yang kompleks dan saling berhubungan sebab akibat dari; ketidakberdayaan (powerlessness) , kerapuhan (vulnerability) , kelemahan fisik (physical weakness) , kemiskinan (poverty) , dan keterasingan (isolation) . Dari kondisi tersebut Daerah kehilangan posisi tawar-menawar (bargaining position) terhadap Pusat maupun pihak ketiga.

Dengan demikian pemberdayaan Daerah perlu dilakukan terhadap semua komponen yaitu; pemerintah, masyarakat dan swasta. Tanpa melibatkan semua komponen yang ada di daerah maka mustahil upaya pemberdayaan ini akan dapat meningkatkan kapasitas dan barganing position Daerah. Jika hanya melibatkan sebagian atau salah satu komponen saja maka akan terdapat ketimpangan yang dikhawatirkan mungkin akan memperbesar ketidak berdayaan Daerah.

Salah satu aspek yang perlu diberdayakan di Daerah tersebut adalah investasi Daerah. Investasi yang dimaksud adalah investasi yang dilakukan oleh komponen pemerintah, masyarakat dan swasta. Investasi oleh pemerintah dapat dilihat dari segi (1) investasi fisik dan (2) investasi non fisik. Investasi fisik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain berupa pembangunan infrastruktur yang bertujuan menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan investasi non fisik adalah pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia di Daerah berupa penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial lainnya. Investasi ini dikenal juga dengan human investment . Disamping kedua bentuk investasi tersebut, bagi Daerah yang mampu juga mengadakan investasi melalui pembentukan BUMD atau penyertaan modal pada dunia usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk meningkatkan PAD yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Investasi dunia usaha di Daerah sebenarnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan perekonomian Daerah sekaligus pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan banyak investasi dunia usaha di Daerah maka diharapkan semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak terhadap penurunan angka urbanisasi.

Investasi dunia usaha di Daerah selama ini lebih banyak didominasi oleh pengusaha kuat, sedangkan pengusaha lemah yang umumnya pengusaha lokal lebih banyak terpinggirkan. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya yaitu; regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah, keterbatasan kapasitas pengusaha lokal, jaringan yang kuat dari pengusaha nasional, dan sebagainya.

Sejalan dengan kewenangan Daerah berdasarkan kebijakan Otonomi Daerah, maka Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk membina dan mengembangkan dunia usaha Daerah sebagai pilar pertumbuhan perekonomian di Daerah. Untuk itu langkah utama yang harus dilakukan adalah pemberdayaan investasi Daerah. Pemberdayaan investasi Daerah adalah suatu upaya harus dilakukan secara sistematis untuk mendorong peningkatan investasi di Daerah.

Peningkatan investasi Daerah akan dapat terwujud jika di Daerah terdapat potensi yang dapat “dijual” kepada para investor, baik itu berupa potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Selanjutnya hal yang sangat penting lagi adalah kemampuan Daerah menjual potensi yang dimilikinya tersebut. Kemampuan Daerah untuk menjual tersebut harus didukung oleh terciptanya iklim yang kondusif dan mendukung investasi di Daerah seperti adanya jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di Daerah. Pemerintah Daerah hendaknya jua mampu melahirkan regulasi yang dapat memacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola faktor-faktor tersebut akan dapat mendorong peningkatan daya saing daerah dalam merebut investor.

Kemudian dalam rangka menghadapi era globalisasi dan pasar bebas, persaingan antar Daerah dalam menjual potensinya dan merebut investor akan semakin terbuka tidak hanya terhadap investor nasional tetapi juga internasional. Kesiapan Daerah terutama SDM pengelola dan infrastuktur yang tersedia akan sangat mendukung dalam merebut para investor untuk bersedia menanamkan investasinya di Daerah.

Persaingan antar Daerah dalam merebut investor harus dikembangkan dalam suasana persaingan dan kompetisi yang positif dan sehat. Walau bagaimanapun psatilah suatu Daerah tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan Daerah lainnya. Oleh sebab itu diharapkan setiap Daerah dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam merebut investor dengan menonjolkan potensi atau produk unggulan masing-masing daerah. Sebagai contoh suatu Daerah yang mempunyai potensi SDA dan SDM tentu saja membutuhkan infrastruktur seperti pelabuhan, bandar udara atau jalan raya untuk mengirim produknya keluar. Hal ini akan sangat berhubungan dengan Daerah lain yang memiliki fasilitas tersebut. Tanpa adanya kerjasama antar Daerah maka bukan tidak mungkin terjadi pengenaan retribusi atau pungutan yang berlebihan atau pemboikotan dari Daerah yang dilalui. Tentu saja kondisi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap Daerah.

Dalam merebut investor Daerah diharapkan tidak hanya memfokuskan kepada kalangan pengusaha kuat saja dan tidak menciptakan dikotomi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Hendaknya para investor diberikan kesempatan untuk menanamkan modal sesuai dengan kapasitasnya tanpa adanya diskriminasi yang bersifat subyektif. Diharapkan juga para investor besar harus bersedia melibatkan dan menggandeng investor lokal sehingga sekaligus mereka dapat diberdayakan.

Daerah dalam meraih investasi di Daerah harus memperhatikan peningkatan nilai investasi dan sekaligus pemberdayaan investasi kalangan dunia usaha lokal. Diharapkan dengan menggaet investor besar baik PMA maupun PMDN ke Daerah akan dapat menimbulkan dampak positif bagi pengembangan dunia usaha daerah dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi Daerah yang nantinya bermuara kepada peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat di Daerah.

Akhirnya dapat disimpulkan memberdayakan investasi Daerah bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan perekonomian Daerah sangat diperlukan kerjasama antar Daerah. Iklim investasi yang kondusif, jaminan keamanan dan kepastian hukum diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi ke Daerah.