Jawaban soal Seminar Pemerintahan

Bagaimanapun, pembangunan harus menempatkan manusia sebagai pusat perhatian atau sebagai subjek yang berperan aktif, sedangkan proses pembangunannya harus menguntungkan semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, kelompok rentan, dan semakin meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama. Masalah-masalah tersebut dapat berubah menjadi penyebab instabilitas yang sangat membahayakan pelaksanaan pembangunan.


Oleh karena itu, komitmen dan konsistensi pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan masyarakat miskin akan meningkatkan keterpaduan sosial dengan politik yang didasari oleh hak-hak asasi manusia, nondiskriminasi, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang kurang beruntung (Harry, 1999).
Tujuan akhir strategi pembangunan sosial adalah memperbaiki kualitas hidup seluruh rakyat dengan aspirasi-aspirasi dan harapan individu dan kolektif yang berpijak dalam konsep tradisi budaya dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang sedang berlaku. Tujuan objektif dalam strategi pembangunan sosial, pada intinya, adalah memberantas kemiskinan absolute, realisasi keadilan yang distributive, dan peningkatan partisipasi masyarakat secara nyata.

Model Pembangunan Yang Berpusat Pada Rakyat
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan antithesis dari model pembangunan yang berorientasi pada produksi. Korten dan Carner (1993), secara sederhana menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada produksi lebih memusatkan perhatian pada hal-hal berikut.
  1.  Industri dan bukan pertanian.
  2. Daerah perkotaan dan bukan pedesaan.
  3. Pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang luas.
  4. Investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit, bukan yang banyak.
  5. Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumberdaya manusia yang optimal sehingga sumber daya modal dimanfaatkan.
  6. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek.
  7. Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang paling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional.
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan dan posisinya dalam tatanan ekonomi internasional.

Korten dan Carner (1993), menyatakan konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Selanjutnya, Korten dan Carner mengemukakan tiga tema penting yang dianggap sangat menentukan bagi konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada rakyat , yaitu sebagai berikut.
 
  1. Penekanan pada dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.
  2. Kesadaran bahwa kendatipun sekor modern merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sector tradisional menjadi sumber utama bagi kehidupan sebagian besar rumah tangga miskin.
  3. Kebutuhan adayanya kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan swadaya berdasarkan sumber-sumber daya local.
Perspektif dasar dan metode analisis yang digunakan dalam pendekatan pembangunan ini adalah ekologi manusia, yaitu disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara system manusia dan ekosistem. Selain itu, pendekatan ini juga mampersoalkan dua asumsi yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi. Pertama, pembangunan dengan sendirinya harus membantu setiap orang; dan kedua, masyarakat berkeinginan dapat diintegrasikan dalam arus utama pembangunan model barat, keadaan dimana mereka tidak mempunyai pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang mereka inginkan.
 
Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat dibedakan antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas, dan bangsa. Persyaratan dasar bagi proses ini termasuk didalamnya adalah pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, serta control yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan multinasional. Sementara itu, strategi jangkan pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi krisis-krisis yang sedang berlangsung. Cara yang lazim ditempuh adalah membantu masyarakat dalam proses produksi pangan melalui peningkatan diversivikasi pertanian sebagaimana kesempatan kerja disektor formal dan informal.
 
Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat kembali subordinasi mereka melalui organisasi-organisasi local secara bot-tom-up. Dalam kaitan ini, organiosasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula pada pemenuhan kebutuhan praksis masyarakat yang kongkret.

Kebutuhan praksis yang dimaksud adalah berbagai kebutuhan dasar manusia (basic needs). Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok, dan masyarakat dalam mancapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial.

Usaha kesejahteraan sosial yang terbatas pada pemberian bantuan sosial kepada kelompok rentan hanya dapat memenuhi kebutuhan praksis sesaat. Bahkan, jika strategi ini digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan ketergantungan dari sasaran. Karena itu, bantuan sosial-bantuan sosial harus diintegrasikan dengan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai intervensi pekerjaan sosial. Misalnya, peningkatan kemampuan dasar (komunikasi, kepercayaan diri, motivasi, kemandirian, dll.), peningkatan interaksi sosial, penciptaan relasi-relasi sosial, pengembangan jaringan kerja, mobilisasi sumber sosial, peningkatan integrasi sosial (Dubois dan Miley, 1996).

Strategi pendekatan ini tidak akan digunakan tanpa adanya organisasi-organisasi local dan kelompok-kelompok sejenis atau yang lazim disebut Community Base Organizations (CBO’s). Karena itu, hal-hal penting yang kanan digunakan oleh organisasi-organisasi seperti itu bukan saja perubahan-perubahan yang legal-formal, melainkan juga mobilisasi politik, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, perbaikan manajemen pelayanan sosial dan pendidikan non-formal (Dubois dan Miley, 1996).

Zaman baru yang dibayangkan melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat mensyaratkan adanya transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam ekologi manusia, yang telah menindas masyarakat (Korten, 1987). Perubahan hokum, aturan kemasyarakatan, system hak milik dan control atas masyarakat, aturan perburuhan, institusi sosial dan legal-formal yang melindungi control sosial masyarakat merupakan hal-hal yang sangat penting jika masyarakat ingin memperoleh keadilan dalam tatanan sosial-politik tertentu.

Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat yang ditempuh dengan strategi pemberdayaan berupaya keras untuk mencapai kebutuhan strategi masyarakat secara tidak langsung melalui kebutuhan praksis masyarakat. Juga menghindari konfrontasi secara langsung dengan mambangun kebutuhan praksis masyarakat sebagai basis untuk membangun landasan yang kuat sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial-budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya.

Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik menjadi sangat penting sebagai input untuk melakukan reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Melalui reformulasi ini, peluang bagi masyarakat untuk membangun secara partisipatif aktif dapat diwujudkan. Dalam pembangunan yang partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap paling tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa sehingga esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.

Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama (subjek) dalam pembangunan. Ini membutuhkan kajian strategis yang lebih intensif tentang restruktruisasi system sosial pada tingkat mikro, mezzo, dan makro. Melalui kajian ini, masyarakat local dapat mengembangkan potensinya tanpa ada hambatan eksternal pada struktur mezzo dan makro. Struktur mezzo yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah regional setingkat kabupaten/kota dan propinsi; sedangkan struktur makro dapat berupa struktur pemerintah pusat atau nasional. Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan lebih kuat dating dari atas ke bawah (top-down) dari pada dari bawah ke atas (down-top). 

Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah yang signifikanj, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin, koordinator, pendidik, mobilisator, system pendukung dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi local, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lainnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya. Dalam posisi sedemikian, permasalahan sosial dapat ditangani oleh masyarakat atas fasilitas dari pemerintah.


Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, dan awal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teori-teori yang berkembang belakangan.

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa :
Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn anduse in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995).

Definisi tersebut di atas mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Di sisi lain Paul (1987) dalam Prijono dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan.”Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung.

Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu (Sumodiningrat, Gunawan, 2002) .
 
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “ people centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty ”.(Kartasasmita, Ginanjar 1997)
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu (Sumodiningrat, Gunawan, 2002) ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.

Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain).
Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.


Pemberdayaan Daerah perlu dilakukan terhadap semua komponen yaitu; pemerintah, masyarakat dan swasta. Tanpa melibatkan semua komponen yang ada di daerah maka mustahil upaya pemberdayaan ini akan dapat meningkatkan kapasitas dan barganing position Daerah. Jika hanya melibatkan sebagian atau salah satu komponen saja maka akan terdapat ketimpangan yang dikhawatirkan mungkin akan memperbesar ketidak berdayaan Daerah.

Salah satu aspek yang perlu diberdayakan di Daerah tersebut adalah investasi Daerah. Investasi yang dimaksud adalah investasi yang dilakukan oleh komponen pemerintah, masyarakat dan swasta. Investasi oleh pemerintah dapat dilihat dari segi (1) investasi fisik dan (2) investasi non fisik. Investasi fisik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain berupa pembangunan infrastruktur yang bertujuan menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan investasi non fisik adalah pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia di Daerah berupa penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial lainnya. Investasi ini dikenal juga dengan human investment . Disamping kedua bentuk investasi tersebut, bagi Daerah yang mampu juga mengadakan investasi melalui pembentukan BUMD atau penyertaan modal pada dunia usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk meningkatkan PAD yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Investasi dunia usaha di Daerah sebenarnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan perekonomian Daerah sekaligus pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan banyak investasi dunia usaha di Daerah maka diharapkan semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak terhadap penurunan angka urbanisasi.

Investasi dunia usaha di Daerah selama ini lebih banyak didominasi oleh pengusaha kuat, sedangkan pengusaha lemah yang umumnya pengusaha lokal lebih banyak terpinggirkan. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya yaitu; regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah, keterbatasan kapasitas pengusaha lokal, jaringan yang kuat dari pengusaha nasional, dan sebagainya.

Sejalan dengan kewenangan Daerah berdasarkan kebijakan Otonomi Daerah, maka Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk membina dan mengembangkan dunia usaha Daerah sebagai pilar pertumbuhan perekonomian di Daerah. Untuk itu langkah utama yang harus dilakukan adalah pemberdayaan investasi Daerah. Pemberdayaan investasi Daerah adalah suatu upaya harus dilakukan secara sistematis untuk mendorong peningkatan investasi di Daerah.

Peningkatan investasi Daerah akan dapat terwujud jika di Daerah terdapat potensi yang dapat “dijual” kepada para investor, baik itu berupa potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Selanjutnya hal yang sangat penting lagi adalah kemampuan Daerah menjual potensi yang dimilikinya tersebut. Kemampuan Daerah untuk menjual tersebut harus didukung oleh terciptanya iklim yang kondusif dan mendukung investasi di Daerah seperti adanya jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di Daerah. Pemerintah Daerah hendaknya jua mampu melahirkan regulasi yang dapat memacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola faktor-faktor tersebut akan dapat mendorong peningkatan daya saing daerah dalam merebut investor.


0 Response to " Jawaban soal Seminar Pemerintahan"

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya