Perbandingan Sistem Politik Antara Negara Indonesia dengan Negara Maroko



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia. Kerja sama yang dilakukan pun meliputi berbagai aspek kehidupan. Salah satunya melalui hubungan internasional, hubungan internasional adalah hubungan antarnegara dan antar individu dari negara yang berbeda-beda, baik hubungan pendidikan, budaya, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan (Encyclopedia American).

Dalam memulai kerja sama, baik melalui perjanjian internasional maupun sampai ratifikasi (pengesahan perjanjian), Indonesia tidak pernah memilih-milih negara kecuali apabila negara tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan dalam perjanjian intenasional. Salah satu negara yang dijadikan sebagai acuan atau contoh konkret dalam hubungan antarbangsa adalah negara maroko. 

Maroko merupakan salah satu negara yang berada di benua Afrika, tepatnya di Afrika bagian Utara. Indonesia dan Maroko telah menjalin hubungan kerja sama sejak awal kemerdekaan. Kedua negara tersebut bekerja sama dalam beberapa bidang. Diantaranya pendidikan, sosial dan lain sebagainya.

Kemajuan yang sangat pesat ikut mempengaruhi dalam perkembangan globalisasi antara Indonesia dan Maroko. Meskipun Indonesia berada di benua Asia sedangkan maroko berada di benua Afrika, jarak kedua negara yang melebihi sekitar sepertiga lingkaran dunia tersebut tidak menghalangi untuk mengadakan hubungan kerja sama. Indonesia dan maroko tetap mampu menjaga hubungan baik dengan maroko. Kerja sama pun ikut berjalan lancar.

Di era globalisasi ini, tingkat perdamaian dunia masih kurang baik. Perselisihan antar negara masih terjadimana-mana. Negara-negara besar juga terlihat ikut berperan dalam perselisihan tersebut. Meskipun telah ada PBB (persatuan bangsa-bangsa), masih tetap juga terlihat perang dingin diantara negara yang berselisihan. Sangat disayangkan sekali, perdamaian dunia sudah dianggap merosot. Mungkinkah perselisihan tersebut akan terus berlangsung sampai di masa yang akan datang. Namun hal diatas tidak mempengaruhi kerja sama antara Maroko Indonesia Pentingnya hubungan antarbangsa dapat di umpamakan seperti seorang manusia, suatu negara pun tidak mungkin dapat hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya tanpa membuka diri dan bekerja sama ataupun ikut serta dalam pergaulan antarbangsa (internasional), sekalipun negara tersebut negara yang “Super Power” atau negara yang sangat kaya. Bila suatu negara tidak membuka diri dan melibatkan diri dalam pergaulan internasional, maka negara tersebut tidak akan mampu mempertahankan keberadaanya dan kelangsungan hidupnya (Hasim, 2007:102). Akhirnya, negara tersebut tidak dapat berkembang dengan baik, apalagi untuk mencapai cita-cita bangsanya. Untuk itu Indonesia dan Maroko turut berperan dalam menjalin hubungan persahabatan, diplomatik maupun internasional demi mencapai kepentingan bersama dan rakyat-rakyatnya.
1.2. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan penjelasan diatas, maka saya akan memaparkan “bagaimanakah sistem perbandingan politik di antara negara Indonesia dengan Maroko jika ditinjau dari persamaan dengan perbedaan sistem politik di negara tersebut.

1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut :
1) Perbandingan Sistem Politik Indonesia dengan Maroko ?
2) Perbedaan Sistem Politik Indonesia dengan Maroko?


BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Sistem Politik Negara

Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan,
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,

Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan 

Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. 

Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper). 

Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
  1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
  2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
  3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
  4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
  5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
2.2. Jenis dan Ciri Sistem Politik Negara
 
System politik baik modern maupun primitive memiliki cirri-ciri tertentu Almond dalam The Politics of Developing Areas, mengatakan ada 4 ciri dalam system politik yaitu :
  1. Semua system politik termasuk yang paling sederhana mempunyai kebudayaan politik. Dalam pengertian bahwa masyarakat yang paling sederhana pun mempunyai tipe struktur politik yang terdapat dalam masyarakat kompleks sekali pun. Tipe-tipe tersebut dapat diperbandingkan satu sama lain sesuai dengan tingkatan dan bentuk pembidangan kerja yang teratur.
  2. Semua system politik menjalankan fungsi-fungsi yang sama walaupun tingkatannya berbeda-beda yang ditimbulkan karena perbedaan struktur. Hal ini dapat diperbandingkan, yaitu bagaimana fungsi-fungsi tadi sering dilaksanakan atau tidak dan bagaimana gaya pelaksanaannya.
  3. Semua struktur politik, walaupun dispesifikasikan dengan berbagai unsur baik itu pada masyarakat primitive maupun pada masyarakat modern, melaksanakan banyak fungsi. Oleh karena itu, system politik dapat dibandingkan sesuai dengan tingkat kekhususan tugas.
  4. Semua system politik adalah system campuran dalam pengertian kebudayaan. Secara rasional tidak ada struktur dan kebudayaan yang semuanya modern atau semuanya primitive melainkan dalam pengertian tradisional, semuanya adalah campuran antara unsure modern dan tradisional.
Dalam memahami cara kerja system politik pada umumnya, peran input dan output mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan public. Hoogerwerf berpendapat bahwa input bisa berasal dari system lain, misalnya system ekonomi. System ekonomi yang terkena dampak kebijakan pemerintah akan memberikan reaksi tertentu, mungkin memperkuat atau bertentangan. Reaksi ini merupakan input bagi system politik untuk diproses lebih lanjut. Di samping itu, input juga bisa berasal dari perilaku politik berupa unjuk rasa/demonstrasi atau tindakan maker sebagai dampak dari output system politik.

2.3. Analisa Sistem Politik Negara

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
David Easton mengemukakan bahwa bagian-bagian suatu sistem tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain, dengan kata lain berfungsinya satu bagian tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memperhatikan fungsi-fungsi keseluruhan bagian itu sendiri. Sifat saling katerkaitan secara sistematis menggambarkan bahwa semua kegiatan yang terjadi dapat mempengaruhi tingkah laku dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif dalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa kehidupan politik merupakan suatu sistem kegiatan.
Adanya anggapan bahwa sistem politik merupakan unit tersendiri, maka hal-hal yang mempengaruhi kerja sistem tersebut adalah berbagai macam input yang nantinya diubah menjadi output dalam suatu rangkaian proses. Outpu-output yang dihasilkan dapat memberikan pengaruh terhadap sistem itu sendiri maupun terhadap klingkungan dimana sstem tersebut berada.

Lebih lanjut Easton menjelaskan bahwa sistem memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Ciri-ciri identifikasi, hal ini merupakan pembeda sistem politik dengan sistem-sistem lainnya.
a) Unit-unit sistem politik. Unit-unit adalah unsur yang membentuk sistem politik yang berwujud pada tindakan-tindakan politik.
b) Perbatasan. Suatu sistem selalu berada dalam atau dikelilingi oleh lingkungan yang berupa sistem-sistem lain. Cara berfungsinya sustu sistem sebagian merupakan perwujudan dari upayanya menanggapi keseluruhan lingkungan sosial, biologis, dan fisiknya. Sedangkan yang termasuk dalam suatu sistem politik adalah semua tindakan yang berkaitan dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat dan setiap tindakan sosial yang tidak mengandung ciri-ciri tersebut dipandang sebagai variabel eksternal di dalam lingkungan sistem tersebut.

2. Input dan output.
Sistem politk memiliki konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat yang berwujud pada keputusan-keputusan otoritatif. Keputusan ini merupakan output dari sistem politik. Di lain sisi, untuk menjamin bekerjanya suatu sistem diperlukan input. Tanpa input sistem tidaka akan dapat berfungsi dan tanpa output tidaka akan dapat mengidentifikasi suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem tersebut.
Sebagian besar perunbahan-perubahan penting dalam suatu sistem politik berasal dari perubahan-perubahan lingkungan eksternalnya. Untuk itu agar suatu sistem dapat bertahan, ia harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apa yang terjadi dalam suatu sistem merupakan akibat dari upaya angggota-anggotamya untuk menanggapi lingkungan yang selalu berubah.

3. Diferensiasi dalam suatu sistem.
Dalam suatu struktur sistem politik dikenal diferensiasi minimal karena suatu sistem bekerja menjalankan berbagai macam pekerjaan dalam waktu yang terbatas.

4. Integrasi dalam suatu sistem
Dengan adanya diferensiasi struktural dalam menangani berbagai macam pekerjaan yang selalu berubah terkadang dapat menimbulkan potensi disintegrasi sistem itu sendiri. Oleh karena itu jika suatu sistem ingin mempertahankan dirinya, sistem tersebut harus memiliki mekanisme yang dapat mengintegrasikan atau memaksa anggota-anggotanya untuk dapat bekerjasama walaupun seminimal mungkin sehingga mereka dapat menghasilkan keputusan-keputusan otoritatif.

Easton juga membagi pokok-pokok input sistem politik dalam dua dua jenis, yaitu:

1. Tuntutan.
Tuntutan dapat timbul baik dari dalam lingkungan sistem itu sendiri (tuntutan internal) maupun dari luar lingkungan sistem tersebut(tuntutan eksternal). Perbedaan keduanya terletak pada akibat yang ditimbulkannya terhadap sustu sistem politik, apakah langsung atau tidak langsung. Dikenal juga adanya “withinput” yakni tuntutan yang berasal dari dalam sistem politik itu sendiri (dari orang-orang yang berperan dalam politik).
Tidak semua tuntutan dapat berkembang menjadi issue politik. Sedangkan yang dimaksud dengan issue adalah suatu tuntutan yang oleh anggota-anggota masyarakat ditanggapi dan dianggap sebagai hal yang penting untuk dibahas melalui saluran-saluran yang diakui oleh sistem tersebut. Jadi tuntutan dapat dapat menjadi issue jika menimbulkan sejumlah masalah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perkembangan tuntutan menjadi issue, antara lain; posisi opnion leader dan pendukungnya dalam struktur kekuasaan suatu masyarakat, kerahasiaan atau keterbukaankah yang dipakai dalam mengajukan tuntutan, waktu, pengetahuan berpolitik, pengusaan saluran komunikasi, sikap dan suasana masyarakat, dan gambaran yang dimiliki oleh opinion leader mengenai tuntutan dan cara kerja suatu sistem.
2. Dukungan
Dukungan merupakan kekuatan dalam bentuk tindakan-tindakan atau pandangan-pandangan yang dapat memajukan atau merintangi bekerjanya suatu sistem politik. Sikap dukungan dapat berwujud tindakan-tindakan yang mendorong pencapaian tujuan, kepentingan, dan tindakan orang lain serta dapat berwujud batiniah dengan pandangan-pandangan maupun pikiran sebagai bentuk kesediaan untuk bertindak demi orang lain.
Sasaran-sasaran politik dalam memperluas dukungan dalam suatu sistem politik meliputi :
1. Wilayah dukungan, meliputi komunitas, rejim, dan pemerintah.
2. Kuantitas dan ruang lingkup dukungan. Situasi aktual dalam suatu permasalahan dapat menentukan jumlah dan ruang lingkup yang dibutuhkan oleh dukungan tersebut.
Mekanisme dukungan dapat berupa:
1. Outpu-output. Output dalam suatu sistem politik berwujud dalam keputusan atau kebiaksanaan politik. Oleh karena itu, salah satu upaya agar ikatan antara pendukung suatu sistem kuat adalah dengan menciptakan keputusna-keputusan yang dapat memenuhi tuntutan dari para anggotanya. Dengan adanya output tertentu yang dihasilkan, dukungan yang akan timbul dapat berupa dukungan positif maupun ngative (ancaman).
2. Politisasi. Politisasi lebih dimaksudkan pada proses sosialisai politik. Politisasi merupakan cara-cara dimana anggota masyarakat mempelajari pola-pola politik yang memiliki tujuan selaras dengan masyarakat dan dianggap bermanfaat. Proses pembelajaran politisasi bagi individu tidak akan pernah berhenti seiring dengan waktu. Dalam tingkatannya yang paling umum, proses politisasi ini dapat berupa pemberian ganjaran atau hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi aturan. Sarana yang dipakai dalam mengkomunikasikan tujuan-tujuan dan norma-norma pada masyrakat cenderung berulang-ulang seperti penanaman mithos, doktrin dan filsafat tertentu, dsb. Oleh karena itu, politisasi secara efektif dapat membentuk suau ukuran legitimasi diciptakan atau dowariskannya antar generasi dalam suatu sistem politik.
Seseorang dapat mengambil sikap bahwa sistem hanya diterapkan untuk unsur-unsur yang mempunyai hubungan penting satu sama lain dalam arti tingkat ketidaktergantungannya tinggi. Sistem politik adalah suatu sistem analitik yang dalam sistem keanggotaan secara keseluruhan ia dibentuk oleh masyarakat. Terutama sistem politik adalah system interaksi dalam masyarakat melalui mana alokasi yang mengikat atau berwenang dibuat dan dilaksanakan.
Untuk mendapat dukungan di dalam sistem politik di Indonesia sebagian ada yang bersifat manipulasi. Hal itu disebabkan karena pemerintah tidak menginginkan masyarakat bersifat sewenang-wenang dalam menyampaikan tuntutan mereka. Selain itu pemerintah juga bisa saja menggunakan bujukan dan persetujuan untuk mendapat sebuah dukungan.
Seperti dalam dukunagan dalam persektif ekonomi, tatkala pertama kalinya perhatian dipusatkan pada masalah pembagunan ekonomi dan perlunya merubah ekonomi perekonomian statis menjadi perekonomian yang dapat meluncur sendiri. Oleh sebab itu wajarlah kalau pembangunan politik dipandang sebagai keadaan mayarakat politik yang dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi. (Juwono Sudarsono, 1981: 17).
Pemerintah dalam memelihara dukungan masih belum dapat memeilahara dukungan sebagaimana mestinya. Masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memelihara dukungan. Hal itu terbukti dari masih adanya sistem politik Indonesia yang tidak mampu memenuhi tuntutan masyarakat sehingga arus dukungan akan berkurang atau bahkan dapat hilang.

2.4. Perbandingan Sistem Politik
1. SISTEM POLITIK INDONESIA
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, dan pengambilan keputusan. Siklus sistem politik indonesia bisa di artikan seperti berikut, yaitu input, proses dan output.
Input dalam sebuah sistem politik adalah aspirasi masyarakat atau kehendak rakyat seperti tuntutan, dukungan, dan sikap apatis. Proses dalam sistem politik mencakup serangkaian tindakan pengambilan keputusan baik oleh lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif dalam rangka memenuhi atau menolak aspirasi masyarakat. Output sistem politik berupa kebijakan publik di antaranya, pemenuhan aspirasi masyarakat dan penolakan/ketidaksediaan untuk memenuhi aspirasi masyarakat. Dan berikut dampak positif dan negatif dari sistem politik Indonesia saat ini.
Dampak positif
- Masyarakat akan semakin sering bersuara, lebih kritis, peka dan sensitif, dan lebih berimbang dalam mengahadapi isu-isu politik
- Masyarakat sekarang makin tertarik untuk mempelajari dan mengamati dinamika politik yang akan menambah warna demokrasi dan kehidupan sosial masyarakat.
- Munculnya semangat untuk membenahi politik Indonesia
- Berkurangnya golput dalam pemilu
- Banyak masyarakat yang sudah melek akan politik

Dampak negatif
- Penguasa tidak mendengar suara dan aspirasi dari masyarakat luas
- Semakin banyak korupsi di kalangan politisi
- Politisi hanya mementingkan kepentingan partai dan dirinya sendiri dari pada kepentingan publik
- Politik Indonesia semakin carut marut
Sistem politik di Indonesia sangat memprihatinkan akhir-akhir ini, menurut penelitian LSI mencatat, hanya 20,9 persen responden yang menyatakan situasi perpolitikan Indonesia berada dalam kondisi baik, adapun 2,0 persen lainnya menilai sangat baik, dan 34,2 persen menyatakan sedang atau normatif.
Sementara itu, jumlah responden yang melihat kondisi politik Indonesia kini memburuk mencapai 27 persen, sangat buruk 6,8 persen, dan jawaban tidak tahu kondisi politik mencapai 9,0 persen. "Penilaian rakyat atas kondisi politik nasional secara umum saat survei dilakukan menunjukan lebih banyak yang mengatakan buruk atau sangat buruk dibanding mengatakan sebaliknya, baik atau sangat baik," ujar Burhanuddin sebagai peneliti senior LSI dalam jumpa pers di Jakarta Pusat.
a. Undang – Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia. Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum Reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Fungsi pokok MPR selaku lembaga tertinggi negara adalah menyusun konstitusi negara; mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden; dan menyusun Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
DPR dianggap sebagai salah satu lembaga yang paling korup di Indonesia.
d. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Ia digaji sekitar 60 juta per bulan.
e. Mahkmah Agung
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
f. Lembaga Tinggi Negara Lainnya
Lembaga tinggi negara adalah institusi-institusi negara yang secara langsung diatur atau memiliki kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945. Lembaga tinggi negara lainnya adalah Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya). Dewan Pertimbangan Agung (disingkat DPA) adalah bekas lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 45 yang fungsinya memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden.
DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 45. Ayat 2 pasal ini menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 disebutkan bahwa DPA berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah.
g. Pemerintah Daerah
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

2. SISTEM POLITIK MAROKO
Maroko merupakan kerajaan konstitusional dengan parlemen yang dipilih oleh rakyat dalam sebuah pemilihan umum. Raja Maroko dengan kekuasaan eksekutif dapat membubarkan pemerintah dan mengerahkan pasukan militer. Partai oposisi dibenarkan secara hukum, dan beberapa di antaranya berdiri dalam beberapa tahun terakhir.

Sistem politik Maroko berada dalam kerangka kerja parlementer kerajaan konstitusional, dimana Perdana Menteri menjadi kepala pemerintahan yang dibentuk oleh sejumlah partai (multi-partai). Kekuasaan eksekutif dimiliki oleh pemerintah. Sementara kekuasaan legislatif dibagi bersama antara Pemerintah dan dua kamar di parlemen, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Maroko dan Dewan Konsuler.

Hal lain yang penting dalam sistem politik Maroko adalah penegasan yang ada di dalam Konstitusi Maroko bahwa Maroko adalah sebuah Kerajaaan dengan Parlemen dan Pengadilan yang independen.
Konstitusi memberikan kekuasaan yang besar kepada Raja. Di sisi lain Raja juga memiliki dua tugas penting, sebagai pemimpin politik sekuler dan Pemimpin Keyakinan sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.

Raja memimpin Dewan Menteri dan menunjuk Perdana Menteri mengikuti hasil pemilihan legislatif. Dengan rekomendasi Perdana Menteri, Raja menunjuk anggota pemerintahan atau kabinet.
Di dalam Konstitusi juga disebutkan bahwa Raja dapat memberhentikan menteri kapan saja. Juga disebutkan bahwa Raja dapat membubarkan Parlemen setelah melakukan konsultasi dengan pimpinan kedua kamar di Parlemen, menunda Konstitusi, menggelar pemilihan umum baru, atau menerbitkan dekrit. Namun hal itu baru sekali terjadi, yakni pada tahun 1965.

Raja juga bertindak sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata.

Raja Hassan II berkuasa menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 1961. Setelah memerintah Maroko selama 38 tahun, Raja Hassan meninggal dunia di tahun 1999. Kekuasaannya pun dilanjutkan oleh Raja Muhammad V yang disumpah pada bulan Juli 1999.
Dalam pemilihan umum yang digelar tahun 1998, pemerintahan koalisi dipimpin Abderrahmane Youssoufi yang merupakan ketua kubu oposisi sosialis. Kabinet yang dibentuknya pun terdiri dari mayoritas anggota partai oposisi.

Pemerintahan Youssoufi' adalah pemerintahan pertama di Maroko yang diisi oleh tokoh-tokoh oposisi dan juga merupakan pemerintahan pertama yang dibentuk dari koalisi sosialis, kelompok kiri-tengah, dan nasionalis, dan dilibatkan dalam pemerintahan sampai Oktober 2002.
Itu juga merupakan pertama kalinya dalam sistem politik Arab modern dimana kelompok oposisi dapat memimpin.

a. KONSTITUSI
Maroko yang terletak di Afrika Utara wilayah Maghreb, memang memiliki keistimewaan tersendiri. Mereka memiliki seorang raja yang sangat dicintai, bernama HM Raja Mohammed VI. Ia (HM Raja VI) memimpin ditahun 1999, setelah menggantikan ayahnya, King Hassan II. Negara ini menganut soft power pemerintahan, artinya, selalu bertindak dengan cara damai, agar tidak terjadi pertumbahan darah.

Mayoritas warga Maroko menyetujui reformasi konstitusi. Dalam 25 tahun terakhir, Maroko melewati sejumlah pembukaan. Namun reformasi konstitusi 2011 lebih dari sekedar reaksi atas perubahan yang terjadi di Afrika Utara. 

Referendum di Maroko
Tema-tema yang didiskusikan dalam reformasi konstitusi Maroko tidak baru lagi. Sejak penyerahan kekuasaan kepada Muhammad VI tahun 1999, ada debat terbuka tentang identitas nasional negara itu, tentang status Raja Muhammad, juga tentang pembatasan kuasa kepala negara.
Tahun 2001 Muhammad VI menyatakan dalam pidatonya, bahasa dan kebudayaan asli Berber adalah elemen utama identitas nasional. Ini adalah kesuksesan bagi gerakan Berber di Maroko.
Dibanding dengan negara tetangga Aljazair, dan juga dengan negara-negara Arab lainnya, yang mendiskriminasi kelompok masyarakat etnis, orang dapat menginterpretasi pidatonya sebagai awal revolusi kebudayaan.

Mengakui Kebudayaan Berber
Referendum tentang reformasi konstitusi di Maroko
Pendirian institut untuk kebudayaan Berber tahun 2002, media yang semakin beranekaragam dalam salah satu dialek Berber serta pelaksanaan pelajaran bahasa di sekolah-sekolah Maroko adalah langkah selanjutnya menuju reformasi konstitusi tahun ini.
Pengakuan Tamazight sebagai bahasa nasional kedua bersama bahasa Arab lewat reformasi konstitusi adalah langkah yang tepat untuk menegaskan pluralitas masyarakat. Sekitar 40% rakyat Maroko adalah orang Berber.

Tetapi bukan mereka saja yang mendapat perhatian Muhammad VI. Dari awal ia selalu menyinggung pluralitas masyarakat yang juga mencakup orang Arab, Afrika, suku-suku di selatan Sahara dan andalusia. Dalam konteks diskusi persatuan nasional di daerah itu, langkah ini lain daripada yang lain.

Juga pertanyaan, seberapa sucinya monarki, didiskusikan secara umum sejak ia mengambil alih kekuasaan. Dua pekan sebelum terjadinya serangan di Casablanca, 2003 lalu, majalah mingguan Le Journal hebdomadaire menerbitkan artikel berjudul "Le sacré contre la démocratie?" (Yang Suci Kontra Demokrasi).

Serangan-serangan itu terus mempertajam diskusi, karena mempertanyakan monarki di bawah pimpinan raja yang bagi banyak warga konservatif sangat tidak berpengalaman.

"Masa Sengsara" di Bawah Hassan II
Raja Maroko, Muhammad VI ketika memberikan suara dalam referendum.
"Reformasi, itulah saya!" demikian jawaban Muhammad VI untuk pertanyaan tentang masa yang lalu. Sejak naik tahta tahun 1999 ia selalu berbicara tentang negara hukum, desentralisasi, kebebasan pribadi, keikutsertaan dalam politik dan konsep baru autoritas. Ia mendukung dan melakukan sejumlah tuntutan masyarakat. Ini juga mencakup upaya mengejar ketinggalan menyangkut pelanggaran hak asasi manusia di masa pemerintahan ayahnya, perubahan undang-undang keluarga dari tahun 2003 dan transparensi pemilu.

Ini menyebabkan raja punya banyak pendukung, terutama di kalangan pemuda. Tetapi Muhammad VI juga menjaga agar reformasi tidak mengancam kuasanya. Sebaliknya, politik reformasinya menggeser parlemen dan partai-partai, karena ia kerap mengambil langkah di luar institusi-institusi yang berdasarkan undang-undang dasar itu. Sekarang akibat tekanan masyarakat umum raja harus menjawab pertanyaan tentang posisinya dalam konstelasi kekuasaan Maroko.

Negara itu juga dapat menunjukkan keberhasilan dalam pemberantasan buta huruf dan perbaikan aliran listrik. Pengentasan kemiskinan termasuk prioritas politik. Tetapi ini tidak berarti bahwa perbedaan sosial antara miskin dan kaya, serta antara kota dan desa juga sama besarnya seperti di Mesir atau Tunisia.

Aparat keamanan yang sangat besar juga menunjukkan persamaan dengan negara-negara Arab lainnya. Demonstrasi di Casablanca yang diadakan oposisi, yang menuntut reformasi lebih besar lagi, mencerminkan debat di masyarakat Maroko yang sudah sangat lama.

Kekuasaan Raja
Demonstrasi untuk raja dan reformasi, di Rabat
Menurut konstitusi, Maroko sudah sejak tahun 1962 menjadi monarki konstitusional yang demokratis dan sosial. Tetapi walaupun konstitusi negara liberal, raja tidak harus mempertanggungjawabkan diri kepada siapapun. Ia memiliki kuasa untuk memutuskan.

Karena ia bertanggungjawab kepada prinsip Islam dan bukan kepada institusi negara, ia berada di atas konstitusi. Tahun 2011, posisi perdana menteri diperkuat, tetapi kontrol tidak ada. Hak-hak raja tidak dapat diganggu-gugat. Kewajiban bertanggungjawab dan saling mengontrol antar organ-organ negara juga belum diadakan.

Setelah perubahan konstitusi yang akan diadakan tahun ini, monarki tidak suci lagi, tetapi tetap tidak dapat diganggu-gugat. Untuk banyak orang ini tampak hanya seperti permainan kata-kata. Tetapi langkah ini sama seperti jika raja mempertanyakan statusnya sebagai pemimpin agama. Bagi banyak orang, raja sempurna. Gambaran ini sekarang dihapuskan melalui dekrit.
Kepala Negara : Raja Mohammed VI (sejak 23 Juli 1999). Pemilihan Raja berdasarkan keturunan.
Kepala pemerintahan : Perdana Menteri ditunjuk oleh Raja dengan memperhatikan hasil pemilihan anggota parlemen. 

Kabinet : Menteri-menteri ditunjuk oleh Raja atas usul PM.
Badan Legislatif : Parlemen dua kamar terdiri dari Majelis Tinggi atau Chamber of Counselors (320 kursi ; anggota dipilih langsung lewat pemilu lokal (distrik), organisasi profesional dan serikat buruh untuk masa tugas; 1/3 anggota diperbaharui setiap 3 tahun) dan Majelis rendah atau Chamber of Representatives (325 kursi; anggota dipilih lewat pemilu untuk masa tugas 5 tahun).

Badan Yudikatif : Mahkamah Agung (hakim- hakim ditunjuk berdasarkan Dewan Agung Kehakiman yang bertanggung jawab langsung kepada Raja).

BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Sejarah Sistem Politik Indonesia dan Maroko bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian.
Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik.


DAFTAR PUSTAKA
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat
  • http://politik.kompasiana.com/2011/12/09/reshuffle-kabinet-cermin-sistem-politik-terkini/
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
  • http://www.tribunnews.com/2010/08/11/sistem-politik-saat-ini
  • http://zahro1504.blogspot.com/2011/04/sistem-politik-indonesia.html
  • http://www.sahabatmaroko.com/index.php?option=com_content&view=article&id=113&Itemid=59
  • http://www.deplu.go.id/rabat/Pages/CountryProfile.aspx?l=id
  • http://mily.wordpress.com/2009/09/09/makalah-sistem-politik-indonesia/
Baca juga : 

0 Response to "Perbandingan Sistem Politik Antara Negara Indonesia dengan Negara Maroko"

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya