Analisis Terkait / Tipe Karkateristik Birokrasi Max Weber Berdasarkan Konsep Yang Berkembang Di Masyarakat
1. Pengantar Tulisan
Pemikiran Max Weber tentang birokrasi, oleh Jay M Shafritz (1978) diklasifikan sebagai pemikiran Old Administration Paradigm (Paradigma Administrasi Klasik). Hal ini disandarkan pada ciri khas paradigma Administrasi Klasik, yang menekankan pada aspek birokrasi di dalam analisis-analisis administrasi negara hingga tahun 1970-an. Selain itu, analisis birokrasi yang dikemukakannya sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran birokrasi selanjutnya.
Di dalam analisis birokrasinya, Weber mempergunakan pendekatan “ideal type”. Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami kehidupan sosial. Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Adapun yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan kondisi organisasi lainnya. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting dan krusial yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya. Dengan cara semacam ini kita menciptakan tipe ideal tersebut (Thoha, 2004)
2. Analisis
Dalam keseluruhannya, karya Weber mendorong tumbuhnya paham pesimisme. Sedikit sekali memberikan alternatif dari hak-hak bagi manusia untuk melakukan pilihan. Berbagai tragedi kemanusiaan akibat dari ajaran ini, merupakan sesuatu yang berharga dimana manusia dalam masyarakat yang modern harus memberikan perhatian guna menghindari terjadinya berbagai kekacauan. Teknik-teknik demokrasi seperti referendum, pemilu, dan lembaga perwakilan adalah teknik-teknik yang dipergunakan untuk mengurangi jalur-jalur berlanjutnya dominasi birokrasi (phenomena birokratik). Seperti diamati Daniel Bell: “Bagi Weber …. sebuah nilai etik dan gaya hidup, mulai menguasai kehidupan seluruh masyarakat” (Bell, 1973). Di dalamnya mencakup paham universal tentang kesesuaian (conformity), ketidakmemihakkan (impersonality), dan perhitungan secara rasional (rational calculation), dimaksudkan untuk mencapai tujuan akhir manusia yaitu efisiensi, ketepatan (preciseness) dan kepatuhan (obidience).
Berkenaan dengan pemikiran Weber tersebut, konsep birokrasi dapat pula dijumpai dalam administrasi publik, sebagaimana dikemukakan Stewart and Clarke (1987),yang mengasumsikan beberapa kreteria dasar birokrasi dalam kegiatan administrasi publik, antara lain:
Konsep di atas, oleh Enrique (1999) ditambah pula dengan beberapa kreteria, antara lain:
Untuk dapat dipraktekan dalam birokrasi modern, khususnya dengan berkembangnya paradigma new public service, Enrique (1999) mengemukakan beberapa syarat yang dapat dipergunakan di dalam mengembangkan birokrasi, yaitu:
Meningkatnya kekuasaan birokrasi yang tidak dapat ditawar dalam keseluruhan negara modern, rupaya membenarkan tesis seperti ini. Dalam memahami birokrasi, Mochtar Mas’oed (2008) membagi dulu wilayah kerja birokrasi dalam tiga model negara, yaitu: (1) Aktivis, (2) Liberal, (3) Res-Publica.
3. Penutup
Menurut David Beentham (1975), Weber memperhitungkan tiga elemen pokok dalam konsep birokrasinya. Tiga elemen itu antara lain: pertama, birokrasi dipandang sebagai instrumen teknis (technical instrument). Kedua, birokrasi dipandang sebagai kekuatan yang independen dalam masyarakat, sepanjang birokrasi mempunyai kecenderungan yang melekat (inherent tendency) pads penerapan fungsi sebagai instrumen teknis tersebut. Ketiga, pengembangan dari sikap ini karena pars birokrat tidak mampu memisahkan perilaku mereka dari kepentingannya sebagai suatu kelompok masyarakat yang partikular. Dengan demikian birokrasi bisa keluar dari fungsinya yang tepat karena anggotanya cenderung datang dari klas sosial yang partikular tersebut.
Pemikiran Max Weber tentang birokrasi, oleh Jay M Shafritz (1978) diklasifikan sebagai pemikiran Old Administration Paradigm (Paradigma Administrasi Klasik). Hal ini disandarkan pada ciri khas paradigma Administrasi Klasik, yang menekankan pada aspek birokrasi di dalam analisis-analisis administrasi negara hingga tahun 1970-an. Selain itu, analisis birokrasi yang dikemukakannya sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran birokrasi selanjutnya.
Di dalam analisis birokrasinya, Weber mempergunakan pendekatan “ideal type”. Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami kehidupan sosial. Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Adapun yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan kondisi organisasi lainnya. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting dan krusial yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya. Dengan cara semacam ini kita menciptakan tipe ideal tersebut (Thoha, 2004)
2. Analisis
Dalam keseluruhannya, karya Weber mendorong tumbuhnya paham pesimisme. Sedikit sekali memberikan alternatif dari hak-hak bagi manusia untuk melakukan pilihan. Berbagai tragedi kemanusiaan akibat dari ajaran ini, merupakan sesuatu yang berharga dimana manusia dalam masyarakat yang modern harus memberikan perhatian guna menghindari terjadinya berbagai kekacauan. Teknik-teknik demokrasi seperti referendum, pemilu, dan lembaga perwakilan adalah teknik-teknik yang dipergunakan untuk mengurangi jalur-jalur berlanjutnya dominasi birokrasi (phenomena birokratik). Seperti diamati Daniel Bell: “Bagi Weber …. sebuah nilai etik dan gaya hidup, mulai menguasai kehidupan seluruh masyarakat” (Bell, 1973). Di dalamnya mencakup paham universal tentang kesesuaian (conformity), ketidakmemihakkan (impersonality), dan perhitungan secara rasional (rational calculation), dimaksudkan untuk mencapai tujuan akhir manusia yaitu efisiensi, ketepatan (preciseness) dan kepatuhan (obidience).
Berkenaan dengan pemikiran Weber tersebut, konsep birokrasi dapat pula dijumpai dalam administrasi publik, sebagaimana dikemukakan Stewart and Clarke (1987),yang mengasumsikan beberapa kreteria dasar birokrasi dalam kegiatan administrasi publik, antara lain:
- The tasks and activities that are carried out in a public agency are solely aimed at usefully serving the citizens.
- The organization will be judged according to the quality of the service given with the resources available.
- The service offered will be a shared value provided that it is shared by all members of the organization.
- A high quality service is sought.
- Quality in service requires a real approach to the citizen.
Konsep di atas, oleh Enrique (1999) ditambah pula dengan beberapa kreteria, antara lain:
- The citizens have a primary role in the scale of shared values.
- There is frequent contact with the citizens.
- The problems that arise in public service are thoroughly analyzed.
- Prompt service is sought by all members of a section or department of public administration.
- The way citizens are treated is usually governed by previous rules.
Untuk dapat dipraktekan dalam birokrasi modern, khususnya dengan berkembangnya paradigma new public service, Enrique (1999) mengemukakan beberapa syarat yang dapat dipergunakan di dalam mengembangkan birokrasi, yaitu:
- Making a diagnosis of the present culture
- Explaining the need for modifications
- Defining the values desired
- Involving management
- Making collaborators aware of this new need
- Changing the symbols
- Replacing the training programmes, in such a way that employees learn the values desired at present
- Periodically revising the values
Meningkatnya kekuasaan birokrasi yang tidak dapat ditawar dalam keseluruhan negara modern, rupaya membenarkan tesis seperti ini. Dalam memahami birokrasi, Mochtar Mas’oed (2008) membagi dulu wilayah kerja birokrasi dalam tiga model negara, yaitu: (1) Aktivis, (2) Liberal, (3) Res-Publica.
3. Penutup
Menurut David Beentham (1975), Weber memperhitungkan tiga elemen pokok dalam konsep birokrasinya. Tiga elemen itu antara lain: pertama, birokrasi dipandang sebagai instrumen teknis (technical instrument). Kedua, birokrasi dipandang sebagai kekuatan yang independen dalam masyarakat, sepanjang birokrasi mempunyai kecenderungan yang melekat (inherent tendency) pads penerapan fungsi sebagai instrumen teknis tersebut. Ketiga, pengembangan dari sikap ini karena pars birokrat tidak mampu memisahkan perilaku mereka dari kepentingannya sebagai suatu kelompok masyarakat yang partikular. Dengan demikian birokrasi bisa keluar dari fungsinya yang tepat karena anggotanya cenderung datang dari klas sosial yang partikular tersebut.
0 Response to " Analisis Terkait / Tipe Karkateristik Birokrasi Max Weber Berdasarkan Konsep Yang Berkembang Di Masyarakat"
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya