Makalah Sejarah Kurikulum PAI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada hakikatnya tujuan pendidikan agama Islam adalah mengembangkan kemampuan anak didik untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini peranan guru agama sangat penting guna mentransfer ilmu yang mereka miliki untuk membantu anak didik berkembang lebih baik sesuai dengan norma-norma agama yang berlaku.
Tetapi, peranan pembantukan akhlak anak didik tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan guru lain serta orangtua juga ikut berperan dalam pembentukan akhlak anak, terlebih adalah orangtua.
Berhubungan dengan hal tersebut diatas, terkait dengan pengembangan kurikulum yang ada, memang banyak sebagian dari guru-guru agama disekitar kita mengeluh dengan kurangnya sosialisasi tentang KTSP kurikulum agama.
Kebingungan terjadi, terkait dengan silabus dan form RPP KTSP, serta materi ajar yang tidak sesuai. Hal ini membuktikan bahwa sampai detik ini KTSP yang sudah dimulai sejak tahun 2006 dan disosialisasikan sekitar tahun 2007 belum terealisasi dan tersosialisasikan secara maksimal kepada guru-guru selaku pelaksana pendidikan.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama, perlu adanya tinjauan ulang dan segera membuat gebrakan baru terkait melakukan gerak cepat sosialisasi secara menyeluruh tentang KTSP pendidikan agama guna pembenahan sistem instruksional yang lebih berbobot dan mengena pada sasaran, sehingga tujuan pendidikan agama dapat tercapai sesuai yang diharapkan, sebgaia akar pembentukan akhlak anak didik. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman anak didik tentang pelajaran agama yang membutuhkan penelitian di laboratorium. Tetapi sampai detik ini mungkin belum terpikir oleh pihak sekolah-sekolah atau madrasah tentang manfaat dan pentingnya sebuah laboratorium agama.
Hal ini dapat menjadikan motivasi belajar siswa untuk lebih semangat lagi dalam mempelajari mata pelajaran agama, jadi tidak hanya sekedar ceramah tapi bisa langsung mempraktikkan di laboratorium mata pelajaran yang diperlukan untuk praktik. Inilah sebagian titik lemah yang ada pada kurikulum pendidikan agama.
Dalam perkembangan suatu negara tergantung pada mutu suatu pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu penunjang dalam perkembangan negara, dalam perkembangan modernisasi ini negara kita ingin mencoba ikut berpartisipasi dalam mengembangkan pendidikan seperti negara-negara maju khususnya.
Di ngara-negara maju telah banyak mengalami perubahan terutama dalam hal pendidikan, karena bagi mereka pendidikanlah yang membentuk suatu negara itu akan berkembang pesat, seperti yang telah dikatakan oleh orang Jerman pada waktu mereka kalah dalam berperang “pendidikanku telah mati”, bagaimana pendidikan tersebut bisa berkembang? Salah satu cara mengembangkan pendidikan tersebut adalah mengembangkan dalam tubuh pendidikan yaitu kurikulum, karena kurikulum yang dijadikan acuan dalam pendidikan.
Sebuah kurikulum tidak hanya sekedar instruksi pembelajaran yang disusun oleh pemerintah untuk diterapkan di sekolah masing-masing. Sinclair (2003) menegaskan bahwa kurikulum yang baik adalah yang memberi keleluasaan bagi sekolah untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan khusus peserta didik sesuai tuntutan lingkungan masyarakatnya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah penulis paparkan diatas dapat ditarik tiga pokok permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini. Hal ini tidak lain bertujuan agar pembahasan tidak melenceng dari pokok permasalahan yang telah ditentukan. Pokok-pokok permasalahan tersebut adalah:
1. Pengertian Kurikulum
2. Sejarah Kurikulum
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Tugas UTS
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kurikulum
Sebagai guru agama Islam mungkin sudah biasa membaca konsep atau pengetian kurikulum diberbagai buku pendidikan, majalah atau surat kabar. Atau kita telah mendengar melalui berbagai penataran atau narasumber. Namun untuk mengingat kembali dan memperluas wawasan perlu kami jelaskan konsep atau pengertian kurikulum dalam pendidikan.
Istilah kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani kuno, Curriculum, barasal dari kata Curir, artinya pelari, dan Curere artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan “jarak” yang harus “ditempuh” oleh pelari. Dari makna yang terkandung dari kata tersebut, kurikulum secara sederhana diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan untuk sisiwa sekolah. Kurikulum disusun oleh para pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta masyarakat lainnya. Rencana ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidika, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendir, keluarga, maupun masyarakat.
Dalam dunia pendidikan istilah kurikulum telah dikenal sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Dalam kamus Webster tahun 1856 untuk pertama kalinya digunakan istilah kurikulum. Pada waktu itu kurikulum dipakai dalam bidang olahraga, yaitu suatu alat yang dibawa seseorang sejak “start” sampai “finish”.
Ada yang menyatakan bahwa penggunaan istilah kurikulum terjadi sekitar tahun 1820 meskipun sebelumnya sudah digunakan di Skotlandia sejak awal abad ke-17. Kurikulum pada waktu itu diartikan sebagai mata pelajaran yang harus diambil untuk suatu pendidikan atau training. Kurikulum sama dengan isi buku teks, Garis-Garis Besar Program Pendidikan (GBPP), pedoman guru, serta alat pelajaran yang diperlukan suatu mata pelajaran.
Kurikuum adalah semua rencana yang terdapat dalam proses pembelajaran. Kurikululm dapat diartikan pula sebagai semua usaha lembaga pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang disepakati.
Pengertian kurikulum tersebut secara umum masih digunakan sampai tahun 1930-an. Pemahaman kurikulum yang demikian didasarkan pada pemikiran atau filsafat pendidikan yang menganggap kurikulum adalah program yang diberikan secara direncanakan di sekolah.
2.2. Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia
1. Sejarah Kurikulum Pendidikan agama islam Pra Kemerdekaan
Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa, maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.
2. Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Lama
Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan nasional telah beberapa kali mengalami perubahan. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum, di antaranya:
1) Kurikulum 1947
Oleh karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam prakteknya baru dilaksanakan pada tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak kalangan menyebutkan bahwa perkembangan kurikulum di Indonesia secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan agama islam telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP & K dan Menteri Agama) tahun 1946.
Kurikulum 1947 ini masih kental dengan corak system pendidikan jepang ataupun belanda. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena Negara ini baru merdeka. Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan untuk mewujudkan manusia yang cinta Negara, sehingga menjadi berdaulat dan tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara
2) Kurikulum 1952-1964
Dalam kurikulum ini muatannya adalah pada pengajaran yang harus disampaikan pada siswa, dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran dalam kurikulum ini sebagaimana diatur dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok (Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul SKB dua menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah, minimal 2 jam perminggu.
Selain itu, DEPAG juga telah mengupayakan terbentuknya kurikulum agama di sekolah maupun pesantren, akhirnya dibentuklah tim yang diketuai oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok Gontor yang berhasil menyusun kurikulum agama yang kemudian disahkan oleh menteri agama pada tahun 1952. Disebutkan bahwa, setelah DEPAG berhasil menyusun kurikulum itu, pendidikan agama memperoleh porsi 25 % dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sekolah selama seminggu.
3. Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Peralihan dari era orde lama ke era orde baru pada akhirnya turut berdampak pada wajah pendidikan nasional, buktinya kurikulum yang berlaku di era orde lama juga turut berganti, dan tidak cukup disitu, di era orde baru sendiri kurikulum telah mengalami beberapa perubahan. Dibawah ini adalah model kurikulum yang berlangsung selama era orde baru, antara lain:
1) Kurikulum 1968
Boleh dibilang, kurikulum 1968 ini adalah penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak kemerdekaan, kurikulum ini menjadi model kurikulum terintegrasi. Focus kurikulum ini tidak lagi pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964. Hanya saja, pelaksanaan pendidikan agama kebijakannya kurang lebih sama dengan kurikulum 1964.
2) Kurikulum 1975
Dalam kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan. Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Pendidikan agama islam dalam kurikulum 1975 mengalami perubahan cukup signifikan. Adanya SKB 3 menteri (Menteri Agama, Menteri dalam Negeri dan Menteri P&K) serta disusunnya kurikulum madrasah 1975, pendidikan agama mendapatkan porsi 30%, sementara pendidikan umum 70%. Sehingga ijazah madrasah setingkat dengan ijazah dari sekolah umum, dan murid madrasah yang ingin pindah ke sekolah umumpun diakui/diperbolehkan. Kondisi demikian berbeda dengan masa-masa sebelum kurikulum 1975 ini diterapkan.
3) Kurikulum 1984
Boleh dibilang, kurikulum 1984 ini adalah menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K dan Menteri dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa juga melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum.
4) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah, terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas dengan nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama islam akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan nasional.
4. Sejarah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Reformasi
Sejarah telah mencatat bahwa bergantinya rezim maka akan berdampak pada perubahan kebijakan yang berlaku. Era reformasi yang mengedepankan keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas, nyatanya telah pula berpengaruh pada dunia pendidikan nasional. Kurikum di era reformasi juga telah mengalami beberapa perubaha, diantaranya:
1. Kurikulum KBK
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera dalam wadah NKRI. Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi adalah dibuatnya sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut kurikulum KBK.
Menguatkan hal diatas, pemerintah kemudian menetapkan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”. Diantara karakteristik utama KBK, yaitu:
- Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
- Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
- Berpusat pada siswa.
- Orientasi pada proses dan hasil.
- Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
- Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
- Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
- Belajar sepanjang hayat;
- Belajar mengetahui (learning how to know),
- Belajar melakukan (learning how to do),
- Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
- Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
Dalam KBM-nya, pendekatan belajar mengajar lebih pada jenis pendekatan CTL (Contekstual Teaching and Learning), menyangkut konstruktuvisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik.
Dengan ditetapkannya kurikulum 2004 ini, maka berimplikasi langsung dengan pelaksanaan pendidikan agama islam, akhirnya madrasahpun menjadikan “kompetensi”, sebagai basisnya.
Apapun model dan bentuknya, harus diakui keberadaan kurikulum menjadi unsur penting dalam dunia pendidikan. Tanpa kurikulum, maka sulit rasanya menerjemahkan dan mewujudkan tujuan pendidikan
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan.
Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008 menteri Agama mendatangani PERMENAG no 2 tahun 2008, menyangkut standard kompetensi lulusan dan standard isi PAI
3. Kurikulum 2013
Berikut ini adalah cirri-ciri yang melekat dalam K-13 (Kurikulum 2013, sebatas yang penulis ketahui), yaitu:
1. Mewujudkan pendidikan berkarakter
Pendidkan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal
Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. NAmun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendoronggg bagaimana penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
3. Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat
Pendidikan tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
3.1. Kesimpulan
- Dalam suatu negara bisa berkembang apabila pendidikan didalam cukup baik, karena pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam negara-negara maju yang pertama kali mereka titik tekankan adalah bagaimana pendidikan itu berkembang, salah satu cara mereka mengembangkan kurikulum, karena pendidikan bisa berkembang apabila kurikulumnya itu baik karena kurikulum meliputi rencana, tujuan, isi, organisasi, strategi dalam pendidikan.
- Kurikulum merupakan sebuah proses pembelajaran yang baik dan terencana karena memiliki target dan tujuan.
- Kaitannya kurikulum berbasis kompetensi ini dengan PAI ada hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama Islam diharapkan dapat berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama Islam dalam aspek jasmani.
3.2 Saran
Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam lingkungan sekolah sangatlah penting adanya oleh karena itu penulis memberi sran kepada Pemerintah untuk memperhatikan kurikulum tersebut dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.rangkumanmakalah.com/sejarah-kurikulum-pendidikan-agama-islam-di-indonesia/
- Lembaga Pendidikan Fakultas Tarbiyah, Bahan Ajar DIKLAT Profesi Guru, Sertifikasi Guru, Pengawas dalam Jabatan Kuota 2009, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah, 2009), 103
- Dr. Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 71
- M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya: 2003), 47
- Sutrisno, Muhyidin Al Barobis, Kurikulum Islam Berbasis Problem Sosial, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 63-64
- A. Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 67
- Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 3
- Toto Suharto, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 125
- Sutrisno, Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam berbasis …., 73
0 Response to "Makalah Sejarah Kurikulum PAI"
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya