Makalah Permasalahan Desentralisasi Di Kabupaten Pangandaran


A. PENDAHULUAN

Sejak awal 1990-an telah berkembang berbagai wacana diantara pemerhati pemerintahan tentang desentralisasi pemerintah di Indonesia. Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa tersebut, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik.

Melihat perkembangan dalam fenomena yang berkembang di Indonesia, khususnya dalam hal penguatan otonomi daerah didalam sistem ketatanegaraan di negara kita dengan diberinya kesempatan bagi daerah untuk lebih dapat mengurus dan menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.


B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas, penulis mencoba menarik beberapa permasalahn pelaksanaan desentralisasi di kabupaten tempat tinggal penulis yaitu Kabupaten Pangandaran. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :

  1. KTP Elektronik belum bisa di Cetak di Pangandaran?
  2. Surat Pindah antar Kabupaten masih dibuat ke Ciamis (Kab.Induk) ?
  3. SPPT PBB belum bisa di Cetak di Pangandaran?
  4. Kabupaten Pangandaran belum memiliki RSUD sendiri?
  5. Kabupaten Pangandaranbelum memiliki unit pengolahan sampah terpadu di TPA Sampah?
  6. Kawasan wisata Kabupaten Pangandaran masih menyatu dengan kawasan nelayan?
C. KERANGKA TEORI

1. Istilah dan Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.

Menurut para Ahli

  1. Rondinelli dan Cheema (1983) mendefinisikan otonomi daerah sebagai berikut: Decentralization is the transfer of planning, decisionmaking,or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal (italics in original) organization, local government or non-governmental organization.
  2. Dennis Rondinelli
    Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenangdan kekuasaan : perencanaan, pengambilan keputusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (organisasi-organisasi pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semi-otonom dan semi otonom (parastatal ) atau kepada organisasi non-pemerintah.
  3. Menurut World Bank
    Desentralisasi atau Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah yang menjadi bawahannya atau yang bersifat semi independen dan atau kepada sektor swasta
  4. Menurut M.Mas’ud Said
    Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah adalah proses pelimpahan, wewenang dan kekuasaan dari pemerintah pusat di Jakarta kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota (dalam koridor UU 32/2004 dan UU 33/2004, UU No. 18/2001 untuk DI Aceh, UU No. 21/2001, untuk Papua)
Sehingga Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang dipertentangan dengan sentralisasi. Desentralisai menghasilkan pemerintahan lokal (local government), sebagai disana terjadi superior government assingns responsibility, authority, or function to lower government unit.that is assumed to have some degree of authority. Adanya pembagian kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintah yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dengan sentralisasi.

Menurut para pakar politik sependapat bahwa dianutnya Desentralisasi adalah agar kebijakan pemerintah tepat sasaran, dalam arti sesuai dengan kondisi wilayah serta masyarakat setempat.
Selanjutnya mengutip pendapat Riggs (dalam Sarunjang 2000:47) menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai dua makna:

  1. Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap berada ditangan pusat. 
  2. Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu diserahkan penuh kepada penerima wewenang.
Tujuan dari desentralisasi adalah 
  • Mencegah pemusatan keuangan                                                                  
  • Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
  • Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2 tujuan utama desentralisasi yaitu “political and economic goals”lalu smith mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih rinci membedakan tujuan desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Untuk kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan desentralisai yaitu: (political education,training in political leadership,and for political stability)

Untuk kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi yaitu :
  1. political equality
  2. local accountability,and
  3. local responsiveness
Empat bentuk desentralisasi, yaitu:

  • Dekonsentrasi wewenang administratif
    Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
  • Delegasi kepada penguasa otoritas
    Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
  • Devolusi kepada pemerintah daerah
    Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
  • Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
    Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
1. KONSEP DAN TEORI DESENTRALISASI
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraanpemerintahan.Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory model). Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap arah pertumbuhan (direction of growth)yang akan dicapai melalui desentralisasi.

Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa. Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Amanat dan Konsensus Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik Indonesia dengan berbagai pasang naik dan pasang surut tujuan yang hendak dicapai melalui desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini, kita telah memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, UU 1 tahun 1957, UU 18 tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU 32 tahun 2004. Melalui berbagai UU tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.

Dalam bagian ini akan disajikan konsepsi pemerintahan daerah dan berbagai azas penyelenggaraannya. Disamping itu juga akan dibahas tujuan-tujuan desentralisasi dan secara khusus tujuan desentralisasi dalam peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara lebih khusus bagian ini juga akan menjelaskan: Perbedaan negara kesatuan dan negara federal, konsep sentralisasi, konsep desentralisasi, konsep dekonsentrasi, tujuan-tujuan desentralisasi, kaitan antara desentralisasi dengan pelayanan publik, serta kaitan antara desentralisasi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

Konsep desentralisasi menurut Webster (dalam Prakoso, 1984:77) memberikan rumusan desentralisasi sebagai berikut: To decentralize means to devide and distrubute, as governmental administration, to withdraw from the center or concentration. (Desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi pemerintahan, mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi)      
 
Kemudian pendapat lainnya Fortmann (dalam Bryant 1989:215) menekankan bahwa : Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal. Kekuasaan dan pengaruh cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja didalamnya.

D. PEMBAHASAN

Dengan terlaksananyapemekaran Kabupaten Pangandaran, berarti merupakan perwujudan dari Asas Desentralisasi yang sebagaimana dianut oleh UU No. 32 Tahun 2004. Sebagai konsekuensi dari pemekaran daerah itu sendiri tentunya akan berdampak pada beberapa perubahan yang signipikan di bidang pemerintahan terutama dari segi pelayanan yang tentunya akan sedikit terhambat terutama pada awal-awal pemerintahan baru (masa transisi), ini adalah sebagai konsekuensi yang harus diterima ketika suatu daerah otonomi baru harus terbentuk dan ini adalah suatu tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintahan baru tersebut. Sejauh mana pemerintahan baru dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada ini berarti menunjukan sejauh mana kemampuan daerah otonomi baru tersebut. Ini juga akan menjadi penilaian oleh pemerintah pusat, ketika pememerintahan baru tersebut mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahannya makan daerah otonomi baru tentunya akan dinilai positif dan akan terus berjalan. Namun sebaliknya ketika pemerintahan baru tersebut tidak mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahannya maka pemerintah pusat kemungkinan akan menarik kembali daerah otonomi baru tersebut ke kabupaten induk.

Penulis akan mencoba menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada di Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) dan sedikit menguraikan  solusiyang harus dilakukan akan daerah otonomi baru ini dapat berjalan sesuai tujuan pemekaran itu itu sediri, yaitu sebagai Daerah Otonomi yang mandiri dan mampu memenuhi tujuan-tujuan dan cita-cita pemekaran.

Pertama permasalahan yang terjadi di Kabupaten Pangandaran yaitu belum terlaksananya pelayanan kependudukan terutama pencetakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP)belum bisa di lakukan sendiri di Kabupaten Pangandaran.Dari informasi yang dihimpun oleh penulis, belum mampunya pelayanan pencetakan E-KTP di Kabupaten Pangandaran ini disebabkan karena Kabupaten Pangadaran sebagai Daerah Otonomi baru balum memiliki Kode Wilayah. Namun bukan berati pelayanan tidak dapat dilaksanakan, seperti yang dikatakan Penjabat Bupati pada Pikiran Rakyat Edisi Minggu, 25/08/2013bahwa :

Belum adanya kode wilayah di Kabupaten Pangandaran, bukan berarti pelayanan masyarakat tidak dapat dilakukan. Akan tetapi, pelayanan tetap harus diberikan.Penjabat Bupati Kabupaten Pangandaran Endjang menegaskan itu tidak menjadi hambatan atau halangan pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan prima. Sembari menunggu kode wilayah, hal itu masih dapat dilakukan. “Jadi, jika ada masyarakat yang hendak membuat seperti akta kelahiran, itu harus tetap dilayani. Karena kode wilayah belum ada, jadi pada surat tersebut tetap pakai kode Kabupaten Ciamis,”

Adapaun sebagai solisi permasalahan pelayanan E-KTP tersebut, Pemerintah Kabupaten Pangandaran sudah melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, diantaranya Kementrian Dalam Negeri dan Kabupaten Ciamis sebagai Kabupaten Induk, ini sejalan dengan yang dikatakan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pangandaranpada Pikiran Rakyat Edisi Minggu, 25/08/2013 bahwa :

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhlis berpendapat yang sama dengan Endjang. Bahwa saat ini memang kode wilayah masih dalam tahap pengajuan ke Kementrian Dalam Negeri. “Jika ada warga yang datang ke kantor untuk urusan surat atau akta kelahiran, kita harus menjelaskan kondisinya seperti apa yang terjadi kini. Kabupaten Pangandaran masih dalam kondisi trasisi, namun, kita tetap memberikan pelayanan prima bagi masyarakat,”

Kedua adalah surat pindah antar kabupaten masih harus dibuat ke Ciamis. Sebagaimana pelayanan E-KTP, kewenangan pembuatan Surat Pidah pun masih harus menunggu kode wilayah dahulu, terutama untuk perpindahan penduduk antar kabupaten, sebagai solusinya maka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi sedang mengajukan, mengusulkan Kode Wilayah tersebut ke Kementrian Dalam Negeri.

Ketiga SPPT PBB belum bisa di cetak di Pangandaran. Sebagai daerah otonomi baru kabupaten pangandaran belum memiliki payung hukum untuk pencetakan SPPT PBB tersebut, namun demikian untuk pelayanan sudah bisa dilaksanakan di Kabupaten Pangadaran meskipun pencetakan SPPT-nya masih di Kabupaten Induk yaitu Kabupaten Ciamis. Ini sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Ciamis, Drs. H. Toto Marwoto, MPd pada Lawunews.Com April 3, 2014 bahwa : 

Dalam rangka mempersiapkan pengelolaan PBB Perdesaan dan Perkotaan kepada pemerintah Kabupaten/Kota telah diterbitkan peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor  213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 tahun 2010 tentang tahapan persiapan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai pajak daerah. Dan kemudian dirubah dengan Perber Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 tahun 2014. Dalam peraturan bersama tersebut telah diatur masing-masing tugas dan tanggungjawab dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Kabupaten/Kota sendiri

“Berkenaan dengan pengelolaan PBB-P2 di daerah otonomi baru Kabupaten Pangandaran, sesuai peraturan bersama diatas, kewajiban pemerintah Kabupaten Ciamis sebagai Kabupaten induk adalah memfasilitasi penyediaan barang cetak blanko  SPPT PBB dan kelangkaan lainnya sampai dengan cetak massal SPPT PBB tahun 2014 wilayah Kabupaten Pangandaran. Sedangkan semua jenis pelayanan PBB setelah cetak massal sepenuhnya menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Pangandaran, “

Solusi untuk permasalahan SPPTI PBB tersbut, pemerintah Kabupaten Pangandaran melalui Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) telah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk menerbitkan payung hukum tentang penerbitan blanko SPPT PBB terebut.

Keempat Kabupaten Pangandaran belum memiliki RSUD sendiri.Sebagai tempat wisata dan pusat keramaian seperti layaknya Bali, Pangandaran seharusnya sudah memiliki rumah sakit minimal seperti rumah sakit seperti RSUD Banjar dan idealnya seperti Bali yang mempunyai Rumah Sakit berkelas Internasional di Sanglah. Kita masih mengingat peristiwa tsunami yang terjadi di Pangandaran dan kasus endemi cikungunya di ciamis selatan menyebabkan banyak pasien yang tidak terawat dengan maksimal.

Namun demikian, sebagai Daerah Otonomi Baru patut kita sadari bahwa pembangun infrastruktur khusnya belum bisa kita laksakan sekaligus, perlu waktu dan bertahap karena ini berhubungan dengan anggaran dan SDM daerah tersebut.

Sebagai selosinya, menurut penulis bisa dimaksimalkan dengan mengelola dan menata fasilitas yang telah ada untuk dibenahi dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin seperti Puskesmas Pangandaran dapat ditingkatkan dan dilengkapi secara bertahap. Nini sejalan dengan yang sampaikan Penjabat Bupati Pangandaran pada Pikiran Rakyat edisi Minggu, 30/06/2013 bahwa : 

Kabupaten Pangandaran memang belum memiliki RSUD setelah terbentuk menjadi Daerah Otonom Baru (DOB). Untuk sementara waktu, Puskesmas Pangandaran akan menjadi RSUD.
“Dari hasil rapat dan pembahasan, untuk sementara waktu RSUD akan kita tempatkan di Puskesmas Pangandaran. sifatnya itu sementara,” ujarnya, Minggu (30/6/2013). 
Endjang mengatakan, untuk ke depannya Pemerintah Kabupaten Pangandaran berencana akan membuat RSUD yang lebih represntatif dari yang ada nantinya di Puskesmas Pangandaran. Selain ingin memberikan pelayanan optimal dan bagus bagi masyarakat.

Kelima Kabupaten Pangandaran belum memiliki unit pengolahan sampah terpadu di TPA sampah. Lagi-lagi untuk pengelolaan sampai di Kabupaten Pangandaran berbenturan dengan Sarana dan Prasarana sertda Anggaran serta SDM yang terbatas. 

Namun bukan berati tidak ada solusi untuk permasalahan ini. Sebagai pendapat dari penulis untuk solusi permasalahan sampah ini, dapat dimaksimalkan tempat pembuangan sampah yang ada untuk sementara sembari menuggu pembangunan TPA yang lebih representatif, selain itu Kabupaten Pangandaran dapat bekerja sama dengan daerah lain untuk mengaplikasikan teknologi pengolahan sampah. Ini sejalan dengan yang dikatakan Kepala Seksi Kebersihan Pertamanan Kabupaten Pangandaran, Salimin kepada Pikiran Rakyat edisi Minggu, 14/09/2014bahwa :

Saat ini produksi sampah yang terangkat di Kabupaten Pangandaran hanya 171 meter kubik setiap harinya jika dirata-ratakan dalam satu tahun. Namun demikian, jumlah tersebut belum seluruhnya sampah terangkat.
Salimin menjelaskan, saat ini kendaraan angkut sampah yakni truk ada empat. Namun semuanya tidak dapat digunakan karena kondisinya rusak termasuk bak sampahnya yang sudah berlubang.
Sedangkan untuk kendaraan angkut roda tiga yang bantuan dari Provinsi Jawa Barat itu ada 20 unit. Namun itu tidak dapat mengangkut seluruh sampah yang ada, karena kapasitasnya sedikit.
Ditambah untuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Purbahayu di Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran di sana masih menggunakan sistem open dumping. Dan tidak ada alat pengolahan sampah maupun pemilahan sampah.
“Kapasitas TPA Purbahayu, masih dapat bertahan hingga 15 tahun ke depan. Tetapi alangkah baiknya jika di sana ada alat pengolahan. Sebab, itu dapat diolah menjadi pupuk,” ujarnya.
TPA Purbahayu menurut Salimin jika dalam satu hari ada 171 meter per kubik dalam satu hari yang dikirim, maka dalam satu tahun sekitar 62 ribu meter kubik sampah yang dibuang ke sana.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Pangandaran baru saja menerima tamu yang menawarkan alat pengolahan sampah. Alat yang diperkenalkan Bumiresik itu bernama incinerator tanpa BBM.
Dikatakan Direktur Utama Bumiresik Djaka Winarso, dia dan tim sudah melakukan penelitian sejak 2008 untuk membuat alat pembakaran tersebut. Dan, didapat bahwa alat tersebut dapat menghancurkan dan membakar sampah hingga habis.
“Alat tersebut dapat membakar sampah hingga habis. Kalaupun ada sisa itu hanya sedikit dan seperti abu rokok,” ucapnya.
Alat tersebut nantinya dapat menghancurkan sampah hingga 15 ton dalam satu hari. Dan, itu diakui akan menguntungkan pemerintah daerah dalam memecahkan permasalahan sampah.
“Konsep kita adalah bahwa sampah harus habis di titik sumber. Dan, itu nantinya sampah tidak perlu dibuang ke TPA,” katanya.
Proses kerja alat tersebut nantinya sampah dibakar pada suhu tinggi menggunakan incinerator tanpa BBM. Bahan bakarnya sendiri menggunakan sampah yang ada. Sebelum dibakar, sampah basah dikeringkan terlebih dahulu dengan uap panas.
“Alat ini pun tidak menimbulkan racun dan hemat. Untuk satu unit hanya membutuhkan lahan 200 meter persegi,” ucapnya.
Untuk satu unit alat tersebut, Djaka membanderol harga sekitar Rp 2 miliar. Namun, dapat dilakukan secara kerja sama dengan pemerintah daerah. Maksudnya pemerintah hanya membayar biaya angkut buang tanpa harus membeli alat tersebut.
Sementara itu, Penjabat Bupati Kabupaten Pangandaran Endjang Naffandy mengapresiasi penawaran kerjasama alat pengolahan sampah tersebut. Namun, pihaknya harus mengkaji dan membahasnya terlebih dahulu.
“Kami harus mengetahui terlebih dahulu kekuatan alat tersebut, dan melihat langsung. Sebab, alat tersebut masih baru. Tetapi, kita terima tawaran ini, dan tidak menutup kemungkinan Pangandaran akan menggunakannya,” jelasnya.
Diakui dia, permasalahan sampah memang menjadi hal yang harus segera dituntaskan. Sebab, banyak hal yang dirugikan dengan keberadaan sampah tersebut.
“Kita masih upayakan penanganan yang lebih efektif. Karena sampah masalah penting. Fasilitas dan anggaran kita masih terbatas. Kini kita sudah usulkan untuk sarana dan prasana sampah,”

Keenam adalah kawasan wisata masih menyatu dengan kawasan nelayan. Ini merupakan masalah klasik yang belum tertuntaskan, namun demikian menurut penulis masalah ini dapat diselesaikan dengan pendekatan terhadap pelaku (stakeholder) baik nelayan maupun pengelola wisata. Misalnya dengan pembagian lokasi/wilayah nelayan dan wilayah wisata. Untuk nelayan bisa dibuatkan dermaga/pelabuhan khusus untuk kegiatan operasional nelayan, adapun untuk objek wisata ditata sedemikian rupa sehingga steril dari kegiatan nelayan.

Adapun untuk Kabupaten Pangandaran sendiri telah dilakukan penataan wilayah wisata pangandaran, seperti yang dikemukanan Penjabat Bupati Pangandaran pada mypangandaran.com edisi Selasa, 04 Juni 2013 bahwa :

Amanah yang diemban Pj Bupati Endjang pastinya tidak mudah, namun saya melihat ada rencana-rencana yang menurut saya luarbiasa jika terlaksana dengan baik, ada 7 Rencana Bidang Infrastruktur  Pj Bupati Endjang untuk Pembangunan Pangandaran, antara lain 1. Perbaikan dan Pelebaran Jalan Padaherang – Cimerak; 2. Pengaktifkan Kembali Jalur Kereta Banjar – Cijulang; 3. Penyelesaian Pelabuhan Cikidang Pangandaran; 4. Pemanjangan Landasan dan Perluasan Bandara Nusawiru; 5. Penataan Wisata di Seluruh Objek Wisata; 6. Pembangunan Pelabuhan Bojongsalawe; dan 7. Pembangunan Pusat Pemerintahan di Parigi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Desentralisasi adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. 
  2. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
  3. Adanya berbagai permasalahan sebagai konsekuensi terbentuknya Daerah Otonomi Baru di Kabupaten Pangandaran harus dapat diselesaikan oleh Pemerintah Kabuoaten Pangandaran sehingga Daerah Otonomi Baru benar-benar bisa berdiri sendiri dan menjadi daerah yang berkembang dan sejahtera.
  4. Sudah banyak berbagai solusi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonomi Baru untuk berusaha memperbaiki sistem palayanan serta insfrastruktur sehingga seua permasalahan yang ada bisa terselesaikan
  5. Perlu peran serta masyarakat untuk mendukum Pemerintahan Baru sehingga Daerah Otonomi Baru yang dicita-citakan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Saran
Diharapkan kepada Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah agar mampu menciptakan hubungan yang serasi serta bertanggungjawab dalam melaksanakan amanat Otonomi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga tercapainya tujuan dari adanya Otonomi daerah yaitu melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa Indonesia. 

Perlunya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sehingga kondusifitas dapat terjaga, sehingga tercipta rasa aman dan pembangunan serta pelayanan dapat tercipta dengan baik.

F. DAFTAR PUSTAKA

Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007.
http//www.otonomidaerah.com. “sentralisasi dan desentralisasi dalam otonomi daerah.”
https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-desentralisasi/
http://www.lawunews.com/2014/04/pokok-ketetapan-pbb-p2-kabupaten-ciamis.html
http://www.pikiran-rakyat.com/node/247956
http://www.mypangandaran.com/berita/detail/kabupaten-pangandaran/1511/7-rencana-bidang-infrastruktur--pj-bupati-endjang-untuk-pangandaran.html

0 Response to "Makalah Permasalahan Desentralisasi Di Kabupaten Pangandaran"

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya