Ringkasan Perang Kamboja
Kamboja adalah sebuah Negara berbentuk monarki konstitutional di Asia Tenggara. Negara ini merupakan penerus Kekaisaran Khmer yang pernah menguasai seluruh Semenanjung Indochina antara abad ke-11 dan 14. Nama resmi negara ini dalam bahasa Indonesia adalah Kerajaan Kamboja (Bahasa Inggris: Kingdom of Cambodia), merupakan hasil terjemahan dari bahasa Khmer Preăh Réachéanachâk Kâmpŭchéa. Kata Kampuchea berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu Kambuja.
Akar konflik kamboja
Akar terjadinya konflik kamboja dikarenakan perebutan kepentingan berbagai pihak asing di Kamboja.
Masalah yang melanda Kamboja tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing yang cenderung mengambil keuntungan dari Kamboja.
Kepentingan dari pihak asing tersebut adalah:
1. Perancis
Sejak 1863, Kamboja resmi menjadi bagian dari Protectorate Perancis bersama–sama dengan Laos dan Vietnam (French Indochina), hingga Kamboja merdeka pada tahun 1953.
2. Thailand
Akar konflik kamboja
Akar terjadinya konflik kamboja dikarenakan perebutan kepentingan berbagai pihak asing di Kamboja.
Masalah yang melanda Kamboja tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing yang cenderung mengambil keuntungan dari Kamboja.
Kepentingan dari pihak asing tersebut adalah:
1. Perancis
Sejak 1863, Kamboja resmi menjadi bagian dari Protectorate Perancis bersama–sama dengan Laos dan Vietnam (French Indochina), hingga Kamboja merdeka pada tahun 1953.
2. Thailand
- Sejak abad ke 14 bergantian menjajah Kamboja bersama-sama denganVietnam hingga tahun 1863 Kambojaberada dalam perlindungan Perancis.
- Thailand memandang bahwa Kamboja memiliki pangsa pasar yang sangat potensial bagi perdagangan kedua negara.
- Mengkhawatirkan penetrasi komunis Vietnam masuk ke Thailand, sehinggamengharapkan agar Kamboja dapat bertahan sebagai negara non komunisguna berfungsi sebagai buffer zone.
3. Vietnam
- Sejak abad ke 14 menjajah Kamboja, diantara alasan utamanya adalah untukmemenuhi kebutuhan pangan bagipopulasi rakyatnya yang jauh melebihipopulasi rakyat Kamboja.
- Memiliki visi untuk menyatukan wilayah Indochina di bawah pimpinannya. Hal ini mendapat dukungan Perancis pada masa Laos, Vietnam dan Kamboja disatukan dalam Union of Indochinoise (1887) di bawah perlindungan (Protectorate) Perancis.
- Setelah Vietnam Utara dan Selatan bersatu (1976) Vietnam bermaksud untuk membentuk hubungan khusus antara ketiga negara Indochina.
4. Amerika Serikat
- Memandang Kamboja sebagai wilayah strategis untuk membendung paham komunis Vietnam Utara (Perang Vietnam/ Indochina 1965-1975).
- Mendukung Kudeta Lon Nol terhadap pemerintahan Sihanouk yang terindikasikekiri-kirian (1970).
- Membangun aliansi dengan negaranegara di kawasan Indochina (Vietnam Selatan, Thailand, dan Kamboja di bawah Lon Nol) untuk membendung pengaruh komunis di kawasan.
5. China
Politik China di kawasan Indochina danKamboja pada khususnya disebabkan oleh kekhawatiran terhadap ancaman Uni Soviet. Untuk membendung pengaruh Uni Soviet, China menghendaki agar ketiga negara di kawasan Indochina masing-masing berdiri tanpa pengaruh dari pihak luar. Oleh sebab itu, China mendukung DK untuk mengusir Vietnam yang didukung Uni Soviet keluar dari Kamboja.
- Implikasi kebijakan rezim Pol Pot terhadap perkembangan konflik Kamboja
- Intervensi Vietnam di Kamboja
- Perselisihan empat faksi dalam rangka perebutan kekuasaan di Kamboja.
- People’s Republic of Kampuchea (PRK) pimpinan Heng Samrin, Democratic Kampuchea (DK) pimpinan Pol Pot, Front Uni National pour un CambodgeIndependant (FUNCINPEC) pimpinan Norodom Sihanouk, dan Khmer People’s National Liberation Front (KPNLF) pimpinan Son Sannu. Pada dasarnya keempat faksi sempat menikmati tampuk kepemimpinan tertinggi di negara itu secara bergantian sejak meraih kemerdekaanya dari Perancis.
Konflik Kamboja
Tahun 1970 merupakan tahun yang perlu dicatat dalam sejarah Kamboja. Pada waktu itu terjadi pergantian kekuasaan dan sekaligus telah membawa perubahan bentuk negara dari kerajaan menjadi republik. Pangeran Norodom Sihanouk sebagai seorang raja yang berkuasa di Kamboja, pada waktu itu sedang berkunjung ke luar negeri (Paris) dalam rangka kunjungan kenegaraan, di istana terjadi pergeseran kekuasaan oleh kelompok militer dibawah pimpinan Letjen Lon Nol. Gerakan militer ini ternyata disokong oleh pihak Amerika Serikat.
Padahal harus diingat bahwa pada waktu itu pemerintahan Kamboja harus juga menghadapi pemberontakan gerilyawan komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Dan salah satu alasan mengapa Amerika Serikat medukung tindakan kaum militer ini karena ia menilai terlalu lambannya pihak Sihanouk dalam menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Dengan demikian Lon Nol yang merupkan penguasa sekaligus mengumumkan dirinya sebagai presiden Kamboja, memikul tugas untuk menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Sedang Sihanouk yang merasa dikecewakan mendirikan pemerintahan pengasingan yang berkubu di Peking.
Peristiwa penggeseran Sihanouk atas kelompok militer dibawah Lon Nol ternyata tidak mengecilkan pengaruh gerakan Komunis Khmer Merah, tetapi justru sebaliknya. Khmer Merah yang merasa tidak puas semakin meningkatkan gerakannya, apalagi rezim Lon Nol terang-terangan didukung oleh pihak Amerika Serikat. Oleh karena itu dengan bantuan Vietnam Utara, RRC, dn Rusia, Khmer Merah semakin meningkatkan gerilyanya untuk menggulinkan rezim Lon Nol yang dituduh sebagai kaki tangan kaum imperealis. Menginjak tahun 1974, keadaan rezim Lon Nol sudah sangat mengkhawatirkan. Pelabuhan utama Kamboja Kompong Son terancam jatuh dan terus mendapat tekanan berat dari pihak Khmer Merah. Beban ini menjadi semakin berat mengingat semakin banyaknya invasi dari kaum komunis Vietnam Utara di Kamboja.
Menyadari keadaan yang semakin kritis itu maka Lon Nol melalui PMnya Long Boret pada 6 juli 1974 mengemukakan tawaran untuk membuka perundingan dengan para pemberontak Khmer Merah, tetapi tawaran itu tidak mendapat tanggapan, bahkan sebaliknya Khmer Merah semakin meningkatkan gerakannya. Disusul kemudian pada 9 juli 1974 Lon Nol sendiri tampil berpidato yang maksudnya untuk berunding dengan kaum pemberontak tanpa syarat. Tawaran inipun ditolak oleh Khmer Merah maupun Sihanouk yang berada di pengasingan. Alasanya adalah semakin meningkatnya campur tangan dari pihak asing (Amerika Serikat). Perundingan damai hanya dapat dilakukan kalau semua kekuatan asing ditarik dari Kamboja, demikian komentar Sihanouk.
Pihak Khmer Merah yang nampaknya semakin memperoleh posisi strategis, terus mengembangkan perlawanannyadan rezim Lon Nol yang angkuh dan korup akhirnya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dari keganasan kaum pemberontak. Pada 17 april 1975 rezim Lon Nol terpaksa angkat kaki mundur dari Kambojadan muncullah kekuasaan baru dibawah kaum komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Beberapa waktu kemudian komunis Khmer Merah ini memunculkanDemocraticKampuchea (DK)yang dipimpin oleh Pol Pot sebagai perdana menteri Kamboja.
Pergantian kekuasaan di Kamboja dari rezim Lon Nol yang nasionalis ke rezim Khmer Merah yang komunis ternyata belum memenuhi ambisi komunis Vietnam. Bahkan pada perkembangan berikutnya kedua negara itu sangat konfrontatif. Khmer Merah yang dalam perjuangannya melawan rezim Lon Nol mendapat bantuan Vietnam Utara ternyata setelah berhasil tidak mengikuti jejak komunis Vietnam sebagaimana yang diharapkan semula. Apalagi setelah kamboja dipimpin oleh Pol Pot dukungan RRC. Kamboja tidak bersedia sama sekali untuk kompromi, apalagi dibawah dominasi Vietnam. Banyak faktor yang memotivisirnya. Disamping persoalan-persoalan politik dan etnis, kedua bangsa itu merupakan musuh bebuyutan sejak dahulu kala.
Penampilan Pol Pot bagi Khmer Merah secara tegas telah menunjukkan sikap anti terhadap Vietnam dan lebih berorientasi kepada Peking.Padahal antara Hanoi dan Peking adalah dua rezim yang tidak pernah rukun sehingga dengan demikian akan semakin memperbesar pertentangan antara Vietnam dan Kamboja. Konflik ini ternyata berkembang dalam skala yang cukup luas yakni menyangkut konflik perbatasan. Konflik perbatasan ini semakin hari semakin tajam bahkan tidak dapat dihindari akan terjadi kontak senjata secara terbuka.
Kemudian berbicara rezim baru di Kamboja. Tidak dapat dipisahkan dari pola kepemimpinan dan policy yang dilaksanakan pihak Khmer Merah. Rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot dikenal sebagai rezim yang kaku, keras, brutal dan banyak memusuhi rakyat sendiri. Dalam kenyataannya pemerintahan Pol Pot telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak asasi rakyat Kamboja. Bahkan tidak segan-segan rezim Pol Pot ini melakukan pembunuhan secara besar-besaran. Hampir satu juta rakyat tanpa dosa terbunuh. Entah mereka itu meninggal karena menolak kekuasaan komunis, korban revolusi maupun mati karena kelapan dan tekanan-tekanan di kamp-kamp konsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Rezim Pol Pot memang melebihi drakula, demikian komentar bekas kepala negara Norodom Sihanouk.
Yang jelas kebijaksanaan yang ditempuh pemerintahan Pol Pot sangat kejam dan kaku. Sebagai contoh tindakannya itu antara lain mengusir dan menggiring penduduk yang mendiami daerah kota terutama Phnom Penh ke daerah pinggiran atau desa-desa daerah pertanian. Mereka di kamp-kamp konsentrasi dipekerjakan secara paksa, dibawah pengawasan ketat pihak tentara Khmer Merah. termasuk yang pekerjakan ini antara lain dua orang mahasiswa anak dari Sihanouk yang sampai sekarang tidak diketahui bagaimana nasibnya. Bahkan konon kabarnya sampai pada orang tua dan pasien-pasien di rumah sakitpun ikut digiring ke kamp-kamp tersebut. Kalau hal ini benar, berarti rezim Pol Pot telah meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Konstalasi keadaan tersebut jelas akan mengundang rasa tidak puas dikalangan masyarakat. Timbul gerakan untuk menentang sikap dan tindakan pemerinatahyang terlalu kejam. Sebagai reaksi dari rasa tidak puas itu, maka tanggal 3 desember 1978 terbentuklah suatu gerakan pembebasan yaitu “Front Persatuan Penyelamatan Rakyat Kamboja”. Yang selanjutnya dinamakan KNUFNS. Gerakan ini dipimpin oleh Heng Samrin dan didukung oleh Vietnam. Hal ini ternyata semakin mempertajam konflik perbatasan antara Vietnamdan Kamboja yang sudah berlangsung hampir tiga tahun setelah kedua negara itu berhasil menumbangkan kekuasaan nasionalis didukung Amerika Serikat.
Konflik perbatasan antara Vietnam dan Kamboja sudah dikatakan adalah lagu lama. Kondisi konflik ini semakin diperkuat dengan berkembangnya konflik Sino-Soviet. RRC mendukung rezim Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja dan sebaliknya Soviet mendukung Vietnam yang sekaligus mebantu gerakan KNUFNS penentang Pol Pot. Karena itu ada yang mengatakan bahwa berkembangnya konflik Vietnam-Kamboja secara serius akan merupakan perang indocina yang ke tiga kalinya.
Baca juga : Rangkuman Perang Teluk 1, 2, dan 3
Menyadari keadaan yang semakin kritis itu maka Lon Nol melalui PMnya Long Boret pada 6 juli 1974 mengemukakan tawaran untuk membuka perundingan dengan para pemberontak Khmer Merah, tetapi tawaran itu tidak mendapat tanggapan, bahkan sebaliknya Khmer Merah semakin meningkatkan gerakannya. Disusul kemudian pada 9 juli 1974 Lon Nol sendiri tampil berpidato yang maksudnya untuk berunding dengan kaum pemberontak tanpa syarat. Tawaran inipun ditolak oleh Khmer Merah maupun Sihanouk yang berada di pengasingan. Alasanya adalah semakin meningkatnya campur tangan dari pihak asing (Amerika Serikat). Perundingan damai hanya dapat dilakukan kalau semua kekuatan asing ditarik dari Kamboja, demikian komentar Sihanouk.
Pihak Khmer Merah yang nampaknya semakin memperoleh posisi strategis, terus mengembangkan perlawanannyadan rezim Lon Nol yang angkuh dan korup akhirnya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dari keganasan kaum pemberontak. Pada 17 april 1975 rezim Lon Nol terpaksa angkat kaki mundur dari Kambojadan muncullah kekuasaan baru dibawah kaum komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Beberapa waktu kemudian komunis Khmer Merah ini memunculkanDemocraticKampuchea (DK)yang dipimpin oleh Pol Pot sebagai perdana menteri Kamboja.
Pergantian kekuasaan di Kamboja dari rezim Lon Nol yang nasionalis ke rezim Khmer Merah yang komunis ternyata belum memenuhi ambisi komunis Vietnam. Bahkan pada perkembangan berikutnya kedua negara itu sangat konfrontatif. Khmer Merah yang dalam perjuangannya melawan rezim Lon Nol mendapat bantuan Vietnam Utara ternyata setelah berhasil tidak mengikuti jejak komunis Vietnam sebagaimana yang diharapkan semula. Apalagi setelah kamboja dipimpin oleh Pol Pot dukungan RRC. Kamboja tidak bersedia sama sekali untuk kompromi, apalagi dibawah dominasi Vietnam. Banyak faktor yang memotivisirnya. Disamping persoalan-persoalan politik dan etnis, kedua bangsa itu merupakan musuh bebuyutan sejak dahulu kala.
Penampilan Pol Pot bagi Khmer Merah secara tegas telah menunjukkan sikap anti terhadap Vietnam dan lebih berorientasi kepada Peking.Padahal antara Hanoi dan Peking adalah dua rezim yang tidak pernah rukun sehingga dengan demikian akan semakin memperbesar pertentangan antara Vietnam dan Kamboja. Konflik ini ternyata berkembang dalam skala yang cukup luas yakni menyangkut konflik perbatasan. Konflik perbatasan ini semakin hari semakin tajam bahkan tidak dapat dihindari akan terjadi kontak senjata secara terbuka.
Kemudian berbicara rezim baru di Kamboja. Tidak dapat dipisahkan dari pola kepemimpinan dan policy yang dilaksanakan pihak Khmer Merah. Rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot dikenal sebagai rezim yang kaku, keras, brutal dan banyak memusuhi rakyat sendiri. Dalam kenyataannya pemerintahan Pol Pot telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak asasi rakyat Kamboja. Bahkan tidak segan-segan rezim Pol Pot ini melakukan pembunuhan secara besar-besaran. Hampir satu juta rakyat tanpa dosa terbunuh. Entah mereka itu meninggal karena menolak kekuasaan komunis, korban revolusi maupun mati karena kelapan dan tekanan-tekanan di kamp-kamp konsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Rezim Pol Pot memang melebihi drakula, demikian komentar bekas kepala negara Norodom Sihanouk.
Yang jelas kebijaksanaan yang ditempuh pemerintahan Pol Pot sangat kejam dan kaku. Sebagai contoh tindakannya itu antara lain mengusir dan menggiring penduduk yang mendiami daerah kota terutama Phnom Penh ke daerah pinggiran atau desa-desa daerah pertanian. Mereka di kamp-kamp konsentrasi dipekerjakan secara paksa, dibawah pengawasan ketat pihak tentara Khmer Merah. termasuk yang pekerjakan ini antara lain dua orang mahasiswa anak dari Sihanouk yang sampai sekarang tidak diketahui bagaimana nasibnya. Bahkan konon kabarnya sampai pada orang tua dan pasien-pasien di rumah sakitpun ikut digiring ke kamp-kamp tersebut. Kalau hal ini benar, berarti rezim Pol Pot telah meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Konstalasi keadaan tersebut jelas akan mengundang rasa tidak puas dikalangan masyarakat. Timbul gerakan untuk menentang sikap dan tindakan pemerinatahyang terlalu kejam. Sebagai reaksi dari rasa tidak puas itu, maka tanggal 3 desember 1978 terbentuklah suatu gerakan pembebasan yaitu “Front Persatuan Penyelamatan Rakyat Kamboja”. Yang selanjutnya dinamakan KNUFNS. Gerakan ini dipimpin oleh Heng Samrin dan didukung oleh Vietnam. Hal ini ternyata semakin mempertajam konflik perbatasan antara Vietnamdan Kamboja yang sudah berlangsung hampir tiga tahun setelah kedua negara itu berhasil menumbangkan kekuasaan nasionalis didukung Amerika Serikat.
Konflik perbatasan antara Vietnam dan Kamboja sudah dikatakan adalah lagu lama. Kondisi konflik ini semakin diperkuat dengan berkembangnya konflik Sino-Soviet. RRC mendukung rezim Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja dan sebaliknya Soviet mendukung Vietnam yang sekaligus mebantu gerakan KNUFNS penentang Pol Pot. Karena itu ada yang mengatakan bahwa berkembangnya konflik Vietnam-Kamboja secara serius akan merupakan perang indocina yang ke tiga kalinya.
Baca juga : Rangkuman Perang Teluk 1, 2, dan 3
0 Response to "Ringkasan Perang Kamboja"
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, bila ada kesulitan silahkan bertanya